Selasa, 06 Januari 2015

AYAT-AYAT AL-QUR'AN TENTANG GERHANA


Dalam kehidupan kita sering menjumpai peristiwa alam yang sangat menarik untuk dikaji. Benda langit seperti Matahari, Bulan dan Bintang terus bergerak secara dinamis dan berputar sesuai dengan orbitnya. Hingga setiap hari kita melalui malam dan siang, melihat Matahari terbit dan tenggelam. Semua ini merupakan tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Wajib bagi manusia untuk memahami ayat-ayat ini melalui akalnya, sehingga ia pun pada akhirnya menjadi hamba yang tunduk dan patuh di hadapan Allah.

Gerhana merupakan peristiwa alam yang terjadi dalam setiap tahunnya di negara di belahan dunia. Pada zaman dahulu banyak mitos mengenai gerhana yang tersebar di negara-negara di dunia termasuk di Indonesia. Namun, semua mitos itu dapat terkuak kebenarannya melalui sains dan perkembangan ilmu pengetahuan. Gerhana terbagi menjadi dua yaitu gerhana Matahari dan gerhana Bulan.
Gerhana Bulan terjadi ketika Bumi berada di antara Matahari dan Bulan. Gerhana merupakan proses tertutupnya benda langit dengan benda langit lainnya. Sekilas gerhana tampak sangat menakutkan karena Bulan maupun Matahari tertutup sehingga mengakibatkan kegelapan.
Dalam Al-Quran, Allah seringkali menyeru manusia untuk mempelajari alam dan menyaksikan “ayat-ayat” yang ada padanya. Disini kita akan membahas mengenai ayat-ayat Al-qur’an yang berbicara mengenai gerhana, peredaran Matahari dan Bulan.

A.    Dalil Al-Qur’an dan Tafsirnya tentang gerhana
Hisab gerhana Bulan dan Matahari dilakukan untuk menentukan kapan terjadinya gerhana Matahari atau gerhana Bulan, dengan maksud agar kaum muslimin dapat melaksanakan salat gerhana Bulan (Khusuf al-Qamar) atau salat gerhana Matahari (Kusuf al-Syams). Berikut ini adalah beberapa nash Al-Qur’an dan hadis yang terkait dengan proses terjadinya gerhana dan aktifitas ibadah yang dilakukan ketika berlangsungnya gerhana.
1.      QS. Yaasin : 38-40
ߧôJ¤±9$#ur ̍øgrB 9hs)tGó¡ßJÏ9 $yg©9 4 y7Ï9ºsŒ ㍃Ïø)s? ̓Íyèø9$# ÉOŠÎ=yèø9$# ÇÌÑÈ   tyJs)ø9$#ur çm»tRö£s% tAÎ$oYtB 4Ó®Lym yŠ$tã Èbqã_óãèø9$%x. ÉOƒÏs)ø9$# ÇÌÒÈ   Ÿw ߧôJ¤±9$# ÓÈöt7.^tƒ !$olm; br& x8Íôè? tyJs)ø9$# Ÿwur ã@ø©9$# ß,Î/$y Í$pk¨]9$# 4 @@ä.ur Îû ;7n=sù šcqßst7ó¡o ÇÍÉÈ  
Artinya : “dan Matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui (38) dan telah Kami tetapkan bagi Bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua (39) tidaklah mungkin bagi Matahari mendapatkan Bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya (40)”
ß$yg©9 9hs)tGó¡ßJÏ9 ̍øgrB§ôJ¤±9$#ur (dan Matahari berjalan di tempat peredarannya). Dalam HR. Ahmad dalam musnad (5/152) dan Ibnu Hibban dalam shahih (14/21 no. 6153) Matahari berjalan ke tempat berdiamnya (orbit). Di dalam atsar dari Rasulullah SAW dijelaskan sebagai berikut :[1]
Abu Kuraib menceritakan kepada kami, ia berkata : A’masy menceritakan kepada kami dari Ibrahim A-taimi, dari ayahnya, dari Abu Dzar Al-Ghifari, ia berkata, “aku duduk bersama Nabi SAW di masjid. Ketika matahari telah terbenam, beliau bersabda, ‘Wahai Abu Dzar tahukah kamu kemana matahari itu pergi?’ Aku menjawab, ‘Allah dan RasulNya lebih tahu’. Beliau bersabda , ‘Ia pergi untuk bersujud di depan Tuhannya, kemudian Ia meminta izin untuk kembali dan ia diijinkan kembali. Seolah-olah dikatakan kepadanya, ‘Kembalilah ke tempat kamu datang’. Maka, matahari itu terbit dari tempatnya, dan itulah empat peredarannya.”
Ahli Takwil lain berpendapat maksudnya adalah Matahari berjalan pada garis edarnya menuju tempat-tempat yang telah ditetapkan baginya. Dalam artian, Matahari berjalan ke posisinya yang paling jauh dalam terbenam kemudian kembali dan tidak pernah melenceng darinya.[2]
çtAÎ$oYtBm»tRö£s% yJs)ø9$#ur (Dan telah Kami tetapkan bagi Bulan Manzilah-manzilah). Menurut ahli qiraat yaitu satu tanda bagi mereka adalah Bulan yang Kami tetapkan bagi Bulan itu manzilah-manzilah. Untuk berkurang sesudah ia sempurna. [3]
OƒÏs)ø9$# y Èbqã_óãèø9$%x.Š$tãÓ®LymSehingga ( setelah di sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua). Allah menyerupakannya dengan tandan yang tua, yang kering. Nyaris seluruh tandan kurma itu melengkung apabila telah tua dan kering, tidak ada yang tetap lurus sama seperti dahan dan cabang seluruh pohon. Demikianlah Bulan, apabila telah berada pada akhir bulan sebelum tenggelam, lengkungannya seperti tandan tersebut.
            tyJs)ø9$#!8Íôè? br& $olm; ÓÈöt7.^tƒ §ôJ¤±9$# w (Tidaklah mungkin bagi Matahari mendapatkan Bulan). Maksud ayat ini adalah tidaklah mungkin Matahari mendapati Bulan sehingga cahaya Bulan hilang karena tertelan cahaya Matahari, sehingga seluruh waktu adalah siang, tidak ada malam. Dan $pk¨]9$# ß,Î/$y ã@ø©9$# ÍwurDan malam pun tidak dapat mendahului siang” . maksudnya adalah malam juga tidak bisa melewati siang, sehingga kegelapan menghilangkan cahayanya, hingga seluruh waktu adalah malam . Keduanya terus-menerus silih berganti, salah satunya keluar dari yang lain.[4]
            cqßst7ó¡o ;7n=sù š Îû@ä.ur Dan masing-masing beredar pada garis edarnya”. Maksudnya adalah masing-masing Matahari dan Bulan, serta siang dan malam berjalan pada garis edarnya.
Jadi ayat-ayat diatas pada dasarnya menginformasikan bahwa Matahari tidak bersifat statis, melainkan bergerak pada garis edarnya. Dan dalam pergerakan benda langit memiliki kadar serta sistem tertentu. Allah menetapkan bagi Matahari dan Bulan sistem peredarannya. Pergerakan Matahari dan Bulan pada garis edarnya masing-masing memungkinkan pada waktu tertentu berada pada lintasan yang lurus itulah yang dinamakan dengan peristiwa gerhana. Jadi pergerakan Bulan dan Matahari yang secara teratur menjelaskan pula terjadinya peristiwa gerhana.
Allah berfirman Dia telah menetapkan manzilah-manzilah bagi Bulan agar kamu mengetahui bilangan tanda dan perhitungan waktu. Karena dengan matahari kamu dapat menghitung hari-hari dan dengan bulan kamu dapat menghitung bulan dan tahun. Dan Allah telah menciptakan itu semua dengan hak dan mengandung hikmah dan hujjah yang nyata.[5]

2.      QS. Al-An’am : 96-97
ß,Ï9$sù Çy$t6ô¹M}$# Ÿ@yèy_ur Ÿ@øŠ©9$# $YZs3y }§ôJ¤±9$#ur tyJs)ø9$#ur $ZR$t7ó¡ãm 4 y7Ï9ºsŒ ㍃Ïø)s? ̓Íyèø9$# ÉOŠÎ=yèø9$# ÇÒÏÈ   uqèdur Ï%©!$# Ÿ@yèy_ ãNä3s9 tPqàfZ9$# (#rßtGöktJÏ9 $pkÍ5 Îû ÏM»yJè=àß ÎhŽy9ø9$# ̍óst7ø9$#ur 3 ôs% $uZù=¢Ásù ÏM»tƒFy$# 5Qöqs)Ï9 šcqßJn=ôètƒ ÇÒÐÈ  
Artinya : “Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) Matahari dan Bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui (96) dan Dialah yang menjadikan Bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui (97).”
Maksud dari QS. Al-An’am : 96 yaitu Allah menyuruh manusia supaya memperhatikan perputaran waktu yang disebabkan oleh peredaran benda-benda langit yang berlaku menurut hukum sebab dan akibat pula. Allah SWT mengajak manusia memperhatikan alam terbuka yang dapat dilihat sehari-hari. Allah menyingsingkan cahaya pagi yang menghapus kegelapan malam. Cahaya itu tampak di ufuk langit bagian timur sesudah terbitnya Matahari sehingga dunia tampak bercahaya terang.[6]
Allah menyebutkan Matahari dan Bulan karena benda langit itu yang sangat menonjol diantara benda langit yang lainnya, yang secara umum manusia dapat mempelajari dengan mudah dan memahami tentang pergantiannya. Kapan benda langit itu terbit dan kapan benda langit itu tenggelam.
Maksud dari QS. Al-An’am : 97 yaitu sesudah Allah SWT memberikan penjelasan tentang kegunaan benda-benda langit lainnya, yaitu benda-benda langit selain Matahari dan Bulan, yang disebut dengan Bintang-bintang itu digunakan manusia sebagai penunjuk waktu, musim, serta arah di waktu malam. Bintang dijadikan penunjuk waktu ialah dengan cara melihat terbit dan tenggelamnya kelompok-kelompok Bintang itu yang keseluruhannya ada 12, yaitu : Hamal (Aries), Saur (Taurus), Jauza’ tauaman (Gemini), saratan (cancer), Asad (Leo), Sumbulah (Virgo), Mizan (Libra), Aqrab (Scorpio), Caus (Sagitarius), Jadyu (Capricorn), Dalwu (Aquarius), dan Hut (Pisces).[7]
Bintang-bintnang ini digunakan sebagai penunjuk waktu, musim, dan arah di waktu malam hari. Baik mereka yang berada di daratan dengan padang pasir yang luas maupun bagi mereka yang sedang berlayar di tengah lautan, dimana yang mereka lihat hanyalah langit yang luas yang berhimpit langsung dengan bidang horison. Sehingga mereka menggunakan Bintang-bintang tersebut sebagai acuan.
Selanjutnya sebagai pertanda waktu diambil pedoman bahwa pada tanggal 21 Maret tiap-tiap tahun Matahari bersama-sama tenggelam dengan Aries pada jam 6.00 sore (18.00). Dan seterusnya tiap-tiap Bintang itu tenggelam lebih dahulu dari Matahari sekitar 1 derajat.[8] Dan perhitungan secara teliti Bintang-bintang juga bisa digunakan penunjuk arah kiblat.
Allah mengubah gelap malam menjadi cerahnya pagi, Allah pula yang menjadikan malam untuk beristirahat, dan menjalankan Matahari dan Bulan dengan perhitungan yang tepat dan pasti. Hikmat dari apa yang terkandung dengan peredaran Matahari dan Bulan itu semuanya merupakan rahmat dan karunia Allah kepada kita semua.[9]
Perhitungan Matahari dan Bulan sangat sempurna. Peredaran benda-benda langit sedemikian konsisten, teliti, pasti, sehingga tidak terjadi tabrakan antar Planet, dan dapat diukur sehingga bisa diketahui.perhitungan terkait dengan peristiwa gerhana, hal ini sudah ditemukan oleh orang Babilonia yang dikenal dengan tahun saros.
Seperti disebutkan juga dalam QS. Al-Qamar ayat 49 yang berbunyi :
$¯RÎ) ¨@ä. >äóÓx« çm»oYø)n=yz 9ys)Î/ ÇÍÒÈ  
Artinya : “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”
Perhitungan Matahari dan Bulan sangat sempurna. Peredaran benda-benda langit sedemikian konsisten, teliti, pasti, dan dapat diukur sehingga bisa diketahui.
3.      QS. Yunus : 5
uqèd Ï%©!$# Ÿ@yèy_ š[ôJ¤±9$# [ä!$uÅÊ tyJs)ø9$#ur #YqçR ¼çnu£s%ur tAÎ$oYtB (#qßJn=÷ètFÏ9 yŠytã tûüÏZÅb¡9$# z>$|¡Åsø9$#ur 4 $tB t,n=y{ ª!$# šÏ9ºsŒ žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ã@Å_ÁxÿムÏM»tƒFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôètƒ ÇÎÈ  
Artinya : “Dia-lah yang menjadikan Matahari bersinar dan Bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan Bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.
Allah SWT tidak menciptakan semua itu kecuali dengan menunjukan kebesaran ciptaanNya. Allah menakdirkan sesuai tempatnya masing-masing. Ibnu Abbas berkata : “apabila Matahari ada dua, satu untuk siang dan satu untuk malam, maka tidak akan ada malam dan kegelapan, dan tidak dapat pula diketahui bilangan tahun dan perhitungan bulan.” [10]
Abu Ja’far berkata : sesungguhnya Tuhan kalian yang menciptakan langit dan Bumi ini, šä!$uÅÊ [ôJ¤±9$#Ÿ@yèy_Ï%©!$#uqèd  Dialah yang menjadikan Matahari bersinar,” pada siang hari. Dan pada malam hari Bulan bercahaya. Artinya, Dialah yang memberikan sinar kepada Matahari dan cahaya kepada Bulan. Allah menetapkan garis edar dan menjadikannya lurus sehingga tidak melewati garis edar tersebut.[11]
Allah SWT memberitahu tentang apa yang diciptakan yang menjadi tanda-tanda kekuasaanNya dan kesempurnaanNya, dan Dia menjadikan sinar Matahari sebagai penerangan di waktu siang dan cahaya Bulan sebagai penerangan di waktu malam. Juga telah ditetapkan bagi Bulan manzilah-manzilah, sehingga pada awal bulan ia tampak kecil berbentuk sabit kemudian membesar sehingga mencapai manzilah dan ia menjadi purnama lalu kembali mengecil sampai manzilah terakhirnya dan kembali pada keadaan semula pada permulaan Bulan.[12]
Di dalam ayat ini, Allah SWT menyebutkan tiga macam nikmatNya yang dapat dinikmati secara langsung oleh manusia yaitu nikmat yang diperoleh mereka tanpa usaha, yaitu nikmat cahaya pagi, nikmat ketenangan malam dan nikmat sinar Matahari dan cahaya Bulan agar manusia secara menyeluruh dapat memahami rahmat Allah bagi semua makhlukNya.[13]
Dalam hal cahaya Bulan yang selalu dinamis perubahannya, salah satunya cahaya Bulan akan hilang saat terjadinya gerhana. Orang-orang yang meneliti dan mempelajarinya itulah yang akan dapat menemukan jawaban rahasia kejadian alam semesta yang menghantarkan kepada keimanan kepada Allah. Terjadinya gerhana merupakan tanda kebesaran Allah. Dan kita diserukan untuk salat gerhana untuk mengingat kebesaranNya.
Allah berfirman bahwasanya silih bergantinya malam dan siang serta apa yang diciptakan olehNya di langit dan di Bumi semuanya itu merupakan tanda kebesaran Allah dan mengandung hikmah bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah.

B.     Tinjauan Sains Tafsir Al-Qur’an tentang gerhana
Dari beberapa ayat Al-qur’an yang telah dipaparkan di atas, maka dalam penjelasan sains dapat ditarik dua hal yang sangat penting yang berkaitan dengan persoalan gerhana yaitu mengenai peredaran dan perhitungan gerhana dan mengenai cahaya Bulan saat terjadi gerhana.

1.      Penjelasan mengenai peredaran dan perhitungan gerhana
Dari beberapa ayat di atas yang telah dikemukakan beserta segala tafsirnya, maka selanjutnya adalah bagaimana interpretasi sains mengenai tafsir ayat-ayat Al-qur’an tersebut. Bahwasanya peredaran setiap benda langit sudah memiliki orbit masing-masing, baik Matahari, Bulan maupun benda langit lainnya. Dengan hal ini maka Matahari dan Bulan tidak akan bisa bertemu (bertabrakan).
Bulan berjalan dengan kecepatan 17 km perdetik, Bumi berjalan 15 km perdetik, dan Matahari berjalan 12 km perdetik. Sains telah menetapkan bahwa Bulan berputar pada porosnya, dan pada saat yang bersamaan Bulan dan Bumi yang sedang berputar pada porosnya berputar mengelilingi Matahari.[14]
Khusuf adalah tidak tampaknya Bulan atau sebagian dari Bulan ketika Bumi lewat di antara Bulan dan Matahari. Sedangkan Kusuf  ialah tidak tampaknya Matahari atau sebagian dari Matahari ketika Bulan lewat di antara Bumi dan Matahari. Gerhana Matahari dan Bulan merupakan isyarat dari Allah akan nikmatNya yang berupa Matahari dan Bulan.[15]
Ayat-ayat Al-Qur’an di atas menjelaskan mengenai garis edar, bahwa setiap benda langit khususnya Matahari dan Bulan mempunyai garis edar sendiri-sendiri, dan dengan sudah terdapat perhitungan yang sempurna dan pasti. Artinya setiap gerhana bisa diperhitungkan.
Gerhana Matahari ataupun gerhana Bulan itu tergantung pada gerakan-gerakan Matahari, Bumi, dan Bulan yang teratur. Gerhana Bulan terjadi ketika Bulan berada dalam daerah bayang-bayang Bumi. Pada saat ini umbra Bumi menutupi Bulan. Kejadian ini terjadi jika Matahari, Bumi dan Bulan berada pada satu garis lurus, dan Bumi terletak diantara Matahari dan Bulan. Jenis gerhana Bulan ada tiga, yaitu gerhana Bulan total, gerhana bulan sebagian, dan gerhana penumbra.[16]
Menurut sejarah pengamat yang memiliki antusias sangat tinggi mengenai perkiraan gerhana diawali oleh peramalan Thales, yaitu seorang filosof dari Miletus yang meninggal pada tahun  546 SM. Ahli sejarah Yunani bernama Herodotus telah memberikan pernyataan peramalan dramatis disaat berlangsungnya perang antara bangsa Lydia dan bangsa Mede di tahun keenam. Pada waktu itu pertempuran berlangsung di siang hari yang cerah dimana pertempuran sengit itu berlangsung tiba-tiba langit langit berubah menjadi gelap seperti suasana malam hari.[17]
Thales dari Miletus telah meramalkan terjadinya fenomena alam yang kehilangan terang hari itu kepada bangsa Ionia (Miletus berada dalam distrik Ionia) dengan menetapkannya dalam tahun yang di dalamnya sungguh terjadi. Sehingga ketika bangsa Lydia dan Bangsa Mede melihat siang hari berubah menjadi gelap mereka tersentak menghentikan perang atau pertempurannya dan keduanya lebih bersemangat untuk melakukan perdamaian. Gerhana ini telah diidentifikasi dengan gerhana yang terjadi pada tanggal 28 Mei 585 SM. Ramalan Thales didasarkan pada suatu penemuan yang sangat menarik oleh para astronomi bangsa Chaldea. Mereka meramalkan terjadinya gerhana Matahari dari pengalaman gerhana yang terjadi sebelumnya.[18]
Mengenai gerhana ini sudah bisa diperhitungan kapan akan terjadinya gerhana yang sering dikenal sebagai periode saros. Dalam sejarah kuno, para astronom Babilonia telah melakukan observasi dan perhitungan terhadap gerhana dan mencatat bahwa gerhana Matahari dan gerhana Bulan terjadi dalam rangkaian dan periode tertentu. Perhitungan ini ditemukan oleh Thales dan dijadikan sebagai dasar untuk memprediksikan terjadinya gerhana. Kata saros berasal dari bahasa babel “sar” yang menunjukan arti suatu ukuran. Kata ini pertama kali digunakan sebagai istilah periode gerhana oleh Elmond Halley pada tahun 1691 M.[19]
Lama waktu dalam satu siklus saros ini merupakan keselarasan antara tiga periode orbit Bulan, yaitu siklus Bulan sinodik, siklus Bulan anomalistik, dan siklus Bulan drakonik. Satu periode sinodik membutuhkan selang waktu 29,53059 hari dimana Bulan kembali dari fase Bulan baru ke Bulan baru berikutnya. Satu periode anomalistik membutuhkan selang waktu 27,55444 hari dimana satu kali Bulan mengorbit Bumi dan kembali dengan jarak yang sama. Sedangkan satu periode drakonik membutuhkan selang waktu 27,1222 hari dimana bulan kembali berada di titik simpul yang sama.[20]
Siklus Saros merupakan siklus gerhana (sekitar 6585,3213 hari, atau sekitar 18 tahun 11 1/3 hari), yang dapat digunakan untuk memprediksi gerhana Matahari serta gerhana Bulan. Satu siklus setelah gerhana, Matahari, Bumi, dan Bulan kembali ke bidang geometri yang relatif sama, dan gerhana yang hampir identik akan terjadi.[21] Satu periode saros adalah 18 tahun 11 hari lebih 1/3 hari atau 223 kali bulan sinodis. Karena gerhana yang dipisahkan oleh 223 kali bulan sinodis mempunyai karateristik yang sama.
Seperti yang telah disebutkan dalam Al-qur’an bahwa Allah menciptakan segala sesuatu menurut ukurannya. Allah menciptakan Matahari dan Bulan beserta tempat edarnya adalah berdasarkan kebenaran. Secara sains sudah bisa terbukti dalam hal perhitungan gerhana yang disebut dengan periode saros.

2.      Penjelasan mengenai cahaya bulan saat gerhana
Prinsip dasar terjadinya gerhana Bulan yaitu ketika Matahari, Bumi, dan Bulan berada pada satu garis yaitu saat Bulan beroposisi atau saat Bulan purnama, sehingga pada saat tersebut akan melewati bayangan Bumi.
Bayangan yang dibentuk oleh bumi mempunyai dua bagian yaitu, pertama bagian yang paling luar yang disebut bayangan penumbra atau bayangan semu dan bagian dalam disebut dengan bayangan umbra atau bayangan inti. Pada bayangan penumbra hanya sebagian piringan Matahari yang ditutupi oleh Bumi, sedangkan pada bayangan umbra seluruh piringan matahari tertutupi oleh bumi, sehingga ketika Bulan melewati umbra, Bulan akan terlihat gelap karena cahaya Matahari yang masuk ke bulan dihalangi oleh Bumi. Ini yang dinamakan dengan peristiwa gerhana total.[22]
Gerhana Bulan penumbra  yaitu Bulan hanya melewati bayangan penumbra Bumi dan hal ini hanya bisa dilihat apabila lebih dari setengah piringan Bulan masuk pada bayangan penumbra Bumi. Bahkan ada astronom yang mengatakan hanya gerhana penumbra yang akan bisa dilihat apabila magnitudenya minimal 0,7. Sedangkan untuk gerhana umbra terjadi apabila bulan melewati umbra bumi, dimana jika seluruh piringan bulan melewati seluruh bayangan umbra bumi disebut gerhana total dan jika bulan melewati sebagian umbra bumi disebut gerhana bulan sebagian.[23]
Dengan hal demikian maka cahaya Bulan yang hilang saat gerhana Bulan terjadi bisa dijelaskan secara ilmiah. Dimana cahaya yang seharusnya terpantulkan dari Matahari namun terhalangi oleh Bumi, sehingga cahayanya tidak bisa sampai ke Bulan dan hal ini menjadikan Bulan terlihat gelap.
Semua benda langit berjalan pada garis-garis edarnya sendiri-sendiri di alam semesta. Jadi, benda-benda tersebut seolah-olah dekat dengan yang ada di laut yang luas. Di antara bukti-bukti kekuasaan Allah dengan ciptaan-Nya yang indah adalah pergantian, yakni senantiasa terjadi siang dan malam. Malam dipilah dari siang dan siang pun dipilah dari malam. Sebagai hasil dari berputarnya bumi pada sumbunya (rotasi) dari barat ke timur, maka muncul Matahari pada salah satu ufuk lainnya dengan sangat teratur dan indah.
Allah SWT sebagai pencipta langit dan bumi menjadikan garis edar sendiri-sendiri bagi Matahari maupun Bulan, yang masing-masing beredar. Sehingga yang satu tidak menutupi cahaya lainnya kecuali pada saat-saat tertentu saja ketika terjadi gerhana Matahari ataupun gerhana Bulan. Jadi, sebagaimana telah dikatakan bahwa Matahari beredar mengelilingi Bumi dalam gerakan secara semu yang ditimbulkan dari beredarnya Bumi sekeliling Matahari. Gerakan seperti inilah yang dirasakan penumpang kereta api ketika ia melihat pohon-pohon dan tiang-tiang telepon, dan desa-desa tampak bergerak tanpa ia merasakan gerakannya sendiri.

Referensi :

- Ath-Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. Tafsir Ath-Thabari Jilid 2. Jakarta : Pustaka Azzam. 2009.
-  Ath-Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir, Tafsir Ath-Thabari Jilid 18. Jakarta : Pustaka Azzam. 2009.
-  Bahreisy,H. Salim dan H. Said Bahreisy. Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsir jilid 3. Surabaya : PT Bina Ilmu. 1990.
- Bahreisy,H. Salim dan H. Said Bahreisy. Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsir jilid 4. Surabaya : PT Bina Ilmu. 1990.
- Tim Tashih Departemen Agama. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Yogyakarta : PT Dana Bhakti Prima Yasa. 1995.
- Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta : Pustaka Azzam, 2008.
- Thayyarah, Nadiah. Buku Pintar Sains dalam Al-Qur’an. Jakarta : Penerbit Zaman, 2013.
- Hambali, Slamet. Pengantar Ilmu Falak menyimak proses pembentukan alam semesta. Banyuwangi : Bismillah publisher, 2012.
- Majalah Zenith edisi kesepuluh “Unifikasi kalender Hijriyah antara harapan dan tantangan”. 2013.
- Izzuddin, Ahmad. Ilmu Falak Praktis. Semarang : PT Pustaka Rizki Putra. 2012.
- Syarif, Muh Rasywan. Thesis (Fiqh Astronomi gerhana Matahari). 2012.



[1] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari Jilid 21, Jakarta : Pustaka Azzam. 2009. Hlm.648
[2] Ibid. Hlm 649
[3] Ibid. Hlm. 651
[4] Ibid. Hlm. 654-655
[5] H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsir jilid 4, Surabaya : PT Bina Ilmu. 1990. Hlm.180
[6] Tim Tashih Departemen Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Yogyakarta : PT Dana Bhakti Prima Yasa. 1995. Hlm. 222
[7] Ibid. Hlm. 224
[8] Ibid.
[9] H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsir jilid 3, Surabaya : PT Bina Ilmu. 1990. Hlm.289
[10] Syaikh Imam Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Jakarta : Pustaka Azzam, 2008. Hlm. 768
[11] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari Jilid 18, Jakarta : Pustaka Azzam. 2009. Hlm.448
[12] Op.cit.H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy , Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsir jilid  4,Hlm.180
[13] Op.cit. Tim Tashih Departemen Agama, Hlm. 223
[14] Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam Al-Qur’an, Jakarta : Penerbit Zaman, 2013. Hlm. 427
[15] Ibid. Hlm. 447
[16] Slamet Hambali, Pengantar Ilmu Falakmenyimak proses pembentukan alam semesta, Banyuwangi : Bismillah publisher, 2012. Hlm.232
[17] Muh Rasywan Syarif, Thesis (Fiqh Astronomi gerhana Matahari). 2012. Hlm. 10
[18] Ibid. Hlm.10-11
[19] Dikutip dari majalah Zenith edisi kesepuluh “Unifikasi kalender Hijriyah antara harapan dan tantangan”. 2013. Hlm. 37
[20] Ibid
[21] http://id.wikipedia.org/wiki/Siklus_Saros
[22] Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, Semarang : PT Pustaka Rizki Putra. 2012. Hlm. 108
[23] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar