Dalam kehidupan kita sering menjumpai peristiwa alam yang sangat menarik untuk dikaji. Benda langit seperti Matahari, Bulan dan Bintang terus bergerak secara dinamis dan berputar sesuai dengan orbitnya. Hingga setiap hari kita melalui malam dan siang, melihat Matahari terbit dan tenggelam. Semua ini merupakan tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Wajib bagi manusia untuk memahami ayat-ayat ini melalui akalnya, sehingga ia pun pada akhirnya menjadi hamba yang tunduk dan patuh di hadapan Allah.
Gerhana merupakan peristiwa alam yang terjadi dalam setiap tahunnya
di negara di belahan dunia. Pada zaman dahulu banyak mitos mengenai gerhana
yang tersebar di negara-negara di dunia termasuk di Indonesia. Namun, semua
mitos itu dapat terkuak kebenarannya melalui sains dan perkembangan ilmu
pengetahuan. Gerhana terbagi menjadi dua yaitu gerhana Matahari dan gerhana Bulan.
Gerhana Bulan terjadi ketika Bumi berada di antara Matahari dan Bulan.
Gerhana merupakan proses tertutupnya benda langit dengan benda langit lainnya.
Sekilas gerhana tampak sangat menakutkan karena Bulan maupun Matahari tertutup
sehingga mengakibatkan kegelapan.
Dalam Al-Quran, Allah seringkali menyeru
manusia untuk mempelajari alam dan menyaksikan “ayat-ayat” yang ada padanya. Disini kita akan membahas mengenai
ayat-ayat Al-qur’an yang berbicara mengenai gerhana, peredaran Matahari dan Bulan.
A.
Dalil Al-Qur’an dan Tafsirnya tentang gerhana
Hisab
gerhana Bulan dan Matahari dilakukan untuk menentukan kapan terjadinya gerhana
Matahari atau gerhana Bulan, dengan maksud agar kaum muslimin dapat
melaksanakan salat gerhana Bulan (Khusuf al-Qamar) atau salat gerhana
Matahari (Kusuf al-Syams). Berikut ini adalah beberapa nash Al-Qur’an
dan hadis yang terkait dengan proses terjadinya gerhana dan aktifitas ibadah
yang dilakukan ketika berlangsungnya gerhana.
1.
QS. Yaasin : 38-40
ߧôJ¤±9$#ur “ÌøgrB 9hs)tGó¡ßJÏ9 $yg©9 4 y7Ï9ºsŒ ãƒÏ‰ø)s? Í“ƒÍ•yèø9$# ÉOŠÎ=yèø9$# ÇÌÑÈ tyJs)ø9$#ur çm»tRö‘£‰s% tAΗ$oYtB 4Ó®Lym yŠ$tã Èbqã_óãèø9$%x. ÉOƒÏ‰s)ø9$# ÇÌÒÈ Ÿw ߧôJ¤±9$# ÓÈöt7.^tƒ !$olm; br& x8Í‘ô‰è? tyJs)ø9$# Ÿwur ã@ø‹©9$# ß,Î/$y™ Í‘$pk¨]9$# 4 @@ä.ur ’Îû ;7n=sù šcqßst7ó¡o„ ÇÍÉÈ
Artinya : “dan Matahari
berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi
Maha mengetahui (38) dan telah Kami tetapkan bagi Bulan manzilah-manzilah,
sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai
bentuk tandan yang tua (39) tidaklah mungkin bagi Matahari mendapatkan Bulan
dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis
edarnya (40)”
ß$yg©9 9hs)tGó¡ßJÏ9
“ÌøgrB§ôJ¤±9$#ur (dan Matahari berjalan di tempat peredarannya). Dalam HR. Ahmad
dalam musnad (5/152) dan Ibnu Hibban dalam shahih (14/21 no. 6153) Matahari
berjalan ke tempat berdiamnya (orbit). Di dalam atsar dari Rasulullah SAW
dijelaskan sebagai berikut :[1]
Abu Kuraib menceritakan kepada kami, ia berkata : A’masy
menceritakan kepada kami dari Ibrahim A-taimi, dari ayahnya, dari Abu Dzar
Al-Ghifari, ia berkata, “aku duduk bersama Nabi SAW di masjid. Ketika matahari
telah terbenam, beliau bersabda, ‘Wahai Abu Dzar tahukah kamu kemana
matahari itu pergi?’ Aku menjawab, ‘Allah dan RasulNya lebih tahu’. Beliau
bersabda , ‘Ia pergi untuk bersujud di depan Tuhannya, kemudian Ia meminta
izin untuk kembali dan ia diijinkan kembali. Seolah-olah dikatakan kepadanya,
‘Kembalilah ke tempat kamu datang’. Maka, matahari itu terbit dari tempatnya,
dan itulah empat peredarannya.”
Ahli Takwil lain berpendapat maksudnya adalah Matahari berjalan
pada garis edarnya menuju tempat-tempat yang telah ditetapkan baginya. Dalam
artian, Matahari berjalan ke posisinya yang paling jauh dalam terbenam kemudian
kembali dan tidak pernah melenceng darinya.[2]
çtAΗ$oYtBm»tRö‘£‰s%
yJs)ø9$#ur (Dan telah Kami tetapkan bagi Bulan Manzilah-manzilah). Menurut
ahli qiraat yaitu satu tanda bagi mereka adalah Bulan yang Kami tetapkan bagi Bulan
itu manzilah-manzilah. Untuk berkurang sesudah ia sempurna. [3]
OƒÏ‰s)ø9$#
y
Èbqã_óãèø9$%x.Š$tãÓ®Lym “Sehingga ( setelah di sampai ke manzilah yang terakhir)
kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua). Allah menyerupakannya
dengan tandan yang tua, yang kering. Nyaris seluruh tandan kurma itu melengkung
apabila telah tua dan kering, tidak ada yang tetap lurus sama seperti dahan dan
cabang seluruh pohon. Demikianlah Bulan, apabila telah berada pada akhir bulan
sebelum tenggelam, lengkungannya seperti tandan tersebut.
tyJs)ø9$#!8Í‘ô‰è?
br& $olm; ÓÈöt7.^tƒ §ôJ¤±9$#
w
(Tidaklah
mungkin bagi Matahari mendapatkan Bulan). Maksud ayat ini adalah tidaklah
mungkin Matahari mendapati Bulan sehingga cahaya Bulan hilang karena tertelan
cahaya Matahari, sehingga seluruh waktu adalah siang, tidak ada malam. Dan ‘$pk¨]9$#
ß,Î/$y™
ã@ø‹©9$#
Íwur “Dan malam pun
tidak dapat mendahului siang” .
maksudnya adalah malam juga tidak bisa melewati siang, sehingga kegelapan
menghilangkan cahayanya, hingga seluruh waktu adalah malam . Keduanya
terus-menerus silih berganti, salah satunya keluar dari yang lain.[4]
cqßst7ó¡o„ ;7n=sù
š ’Îû@ä.ur “Dan
masing-masing beredar pada garis edarnya”. Maksudnya adalah masing-masing
Matahari dan Bulan, serta siang dan malam berjalan pada garis edarnya.
Jadi ayat-ayat diatas pada dasarnya menginformasikan bahwa Matahari
tidak bersifat statis, melainkan bergerak pada garis edarnya. Dan dalam
pergerakan benda langit memiliki kadar serta sistem tertentu. Allah menetapkan
bagi Matahari dan Bulan sistem peredarannya. Pergerakan Matahari dan Bulan pada
garis edarnya masing-masing memungkinkan pada waktu tertentu berada pada
lintasan yang lurus itulah yang dinamakan dengan peristiwa gerhana. Jadi
pergerakan Bulan dan Matahari yang secara teratur menjelaskan pula terjadinya
peristiwa gerhana.
Allah berfirman Dia telah menetapkan manzilah-manzilah bagi Bulan
agar kamu mengetahui bilangan tanda dan perhitungan waktu. Karena dengan
matahari kamu dapat menghitung hari-hari dan dengan bulan kamu dapat menghitung
bulan dan tahun. Dan Allah telah menciptakan itu semua dengan hak dan
mengandung hikmah dan hujjah yang nyata.[5]
2.
QS. Al-An’am : 96-97
ß,Ï9$sù Çy$t6ô¹M}$# Ÿ@yèy_ur Ÿ@øŠ©9$# $YZs3y™ }§ôJ¤±9$#ur tyJs)ø9$#ur $ZR$t7ó¡ãm 4 y7Ï9ºsŒ ãƒÏ‰ø)s? Í“ƒÍ•yèø9$# ÉOŠÎ=yèø9$# ÇÒÏÈ uqèdur “Ï%©!$# Ÿ@yèy_ ãNä3s9 tPqàf‘Z9$# (#r߉tGöktJÏ9 $pkÍ5 ’Îû ÏM»yJè=àß ÎhŽy9ø9$# Ìóst7ø9$#ur 3 ô‰s% $uZù=¢Ásù ÏM»tƒFy$# 5Qöqs)Ï9 šcqßJn=ôètƒ ÇÒÐÈ
Artinya : “Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat,
dan (menjadikan) Matahari dan Bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah
yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui (96) dan Dialah yang menjadikan Bintang-bintang
bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut.
Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada
orang-orang yang mengetahui (97).”
Maksud dari QS. Al-An’am : 96 yaitu Allah menyuruh manusia supaya
memperhatikan perputaran waktu yang disebabkan oleh peredaran benda-benda
langit yang berlaku menurut hukum sebab dan akibat pula. Allah SWT mengajak
manusia memperhatikan alam terbuka yang dapat dilihat sehari-hari. Allah
menyingsingkan cahaya pagi yang menghapus kegelapan malam. Cahaya itu tampak di
ufuk langit bagian timur sesudah terbitnya Matahari sehingga dunia tampak
bercahaya terang.[6]
Allah menyebutkan Matahari dan Bulan karena benda langit itu yang
sangat menonjol diantara benda langit yang lainnya, yang secara umum manusia dapat
mempelajari dengan mudah dan memahami tentang pergantiannya. Kapan benda langit
itu terbit dan kapan benda langit itu tenggelam.
Maksud dari QS. Al-An’am : 97 yaitu sesudah Allah SWT memberikan
penjelasan tentang kegunaan benda-benda langit lainnya, yaitu benda-benda langit
selain Matahari dan Bulan, yang disebut dengan Bintang-bintang itu digunakan
manusia sebagai penunjuk waktu, musim, serta arah di waktu malam. Bintang
dijadikan penunjuk waktu ialah dengan cara melihat terbit dan tenggelamnya
kelompok-kelompok Bintang itu yang keseluruhannya ada 12, yaitu : Hamal
(Aries), Saur (Taurus), Jauza’ tauaman (Gemini), saratan (cancer), Asad (Leo),
Sumbulah (Virgo), Mizan (Libra), Aqrab (Scorpio), Caus (Sagitarius), Jadyu
(Capricorn), Dalwu (Aquarius), dan Hut (Pisces).[7]
Bintang-bintnang ini digunakan sebagai penunjuk waktu, musim, dan
arah di waktu malam hari. Baik mereka yang berada di daratan dengan padang
pasir yang luas maupun bagi mereka yang sedang berlayar di tengah lautan,
dimana yang mereka lihat hanyalah langit yang luas yang berhimpit langsung
dengan bidang horison. Sehingga mereka menggunakan Bintang-bintang tersebut
sebagai acuan.
Selanjutnya sebagai pertanda waktu diambil pedoman bahwa pada
tanggal 21 Maret tiap-tiap tahun Matahari bersama-sama tenggelam dengan Aries
pada jam 6.00 sore (18.00). Dan seterusnya tiap-tiap Bintang itu tenggelam
lebih dahulu dari Matahari sekitar 1 derajat.[8]
Dan perhitungan secara teliti Bintang-bintang juga bisa digunakan penunjuk arah
kiblat.
Allah mengubah gelap malam menjadi cerahnya pagi, Allah pula yang
menjadikan malam untuk beristirahat, dan menjalankan Matahari dan Bulan dengan
perhitungan yang tepat dan pasti. Hikmat dari apa yang terkandung dengan
peredaran Matahari dan Bulan itu semuanya merupakan rahmat dan karunia Allah
kepada kita semua.[9]
Perhitungan Matahari dan Bulan sangat sempurna. Peredaran
benda-benda langit sedemikian konsisten, teliti, pasti, sehingga tidak terjadi
tabrakan antar Planet, dan dapat diukur sehingga bisa diketahui.perhitungan
terkait dengan peristiwa gerhana, hal ini sudah ditemukan oleh orang Babilonia
yang dikenal dengan tahun saros.
Seperti disebutkan juga dalam QS. Al-Qamar ayat 49 yang berbunyi :
$¯RÎ) ¨@ä. >äóÓx« çm»oYø)n=yz 9‘y‰s)Î/ ÇÍÒÈ
Artinya : “Sesungguhnya Kami
menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”
Perhitungan
Matahari dan Bulan sangat sempurna. Peredaran benda-benda langit sedemikian
konsisten, teliti, pasti, dan dapat diukur sehingga bisa diketahui.
3.
QS. Yunus : 5
uqèd “Ï%©!$# Ÿ@yèy_ š[ôJ¤±9$# [ä!$u‹ÅÊ tyJs)ø9$#ur #Y‘qçR ¼çnu‘£‰s%ur tAΗ$oYtB (#qßJn=÷ètFÏ9 yŠy‰tã tûüÏZÅb¡9$# z>$|¡Åsø9$#ur 4 $tB t,n=y{ ª!$# šÏ9ºsŒ žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ã@Å_ÁxÿムÏM»tƒFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôètƒ ÇÎÈ
Artinya : “Dia-lah yang
menjadikan Matahari bersinar dan Bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan Bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya)
kepada orang-orang yang mengetahui.“
Allah SWT tidak menciptakan semua itu kecuali dengan menunjukan
kebesaran ciptaanNya. Allah menakdirkan sesuai tempatnya masing-masing. Ibnu
Abbas berkata : “apabila Matahari ada dua, satu untuk siang dan satu untuk
malam, maka tidak akan ada malam dan kegelapan, dan tidak dapat pula diketahui
bilangan tahun dan perhitungan bulan.” [10]
Abu Ja’far berkata : sesungguhnya Tuhan kalian yang menciptakan
langit dan Bumi ini, šä!$u‹ÅÊ
[ôJ¤±9$#Ÿ@yèy_“Ï%©!$#uqèd
“Dialah yang menjadikan Matahari bersinar,”
pada siang hari. Dan pada malam hari Bulan bercahaya. Artinya, Dialah yang
memberikan sinar kepada Matahari dan cahaya kepada Bulan. Allah menetapkan
garis edar dan menjadikannya lurus sehingga tidak melewati garis edar tersebut.[11]
Allah SWT memberitahu tentang apa yang diciptakan yang menjadi
tanda-tanda kekuasaanNya dan kesempurnaanNya, dan Dia menjadikan sinar Matahari
sebagai penerangan di waktu siang dan cahaya Bulan sebagai penerangan di waktu
malam. Juga telah ditetapkan bagi Bulan manzilah-manzilah, sehingga pada awal
bulan ia tampak kecil berbentuk sabit kemudian membesar sehingga mencapai
manzilah dan ia menjadi purnama lalu kembali mengecil sampai manzilah
terakhirnya dan kembali pada keadaan semula pada permulaan Bulan.[12]
Di dalam ayat ini, Allah SWT menyebutkan tiga macam nikmatNya yang
dapat dinikmati secara langsung oleh manusia yaitu nikmat yang diperoleh mereka
tanpa usaha, yaitu nikmat cahaya pagi, nikmat ketenangan malam dan nikmat sinar
Matahari dan cahaya Bulan agar manusia secara menyeluruh dapat memahami rahmat
Allah bagi semua makhlukNya.[13]
Dalam hal cahaya Bulan yang selalu dinamis perubahannya, salah
satunya cahaya Bulan akan hilang saat terjadinya gerhana. Orang-orang yang
meneliti dan mempelajarinya itulah yang akan dapat menemukan jawaban rahasia
kejadian alam semesta yang menghantarkan kepada keimanan kepada Allah.
Terjadinya gerhana merupakan tanda kebesaran Allah. Dan kita diserukan untuk
salat gerhana untuk mengingat kebesaranNya.
Allah berfirman bahwasanya silih bergantinya malam dan siang serta
apa yang diciptakan olehNya di langit dan di Bumi semuanya itu merupakan tanda
kebesaran Allah dan mengandung hikmah bagi orang-orang yang bertakwa kepada
Allah.
B.
Tinjauan
Sains Tafsir Al-Qur’an tentang gerhana
Dari beberapa ayat Al-qur’an yang telah dipaparkan di atas, maka
dalam penjelasan sains dapat ditarik dua hal yang sangat penting yang berkaitan
dengan persoalan gerhana yaitu mengenai peredaran dan perhitungan gerhana dan mengenai
cahaya Bulan saat terjadi gerhana.
1.
Penjelasan mengenai peredaran dan perhitungan gerhana
Dari beberapa ayat di atas yang telah dikemukakan beserta segala
tafsirnya, maka selanjutnya adalah bagaimana interpretasi sains mengenai tafsir
ayat-ayat Al-qur’an tersebut. Bahwasanya peredaran setiap benda langit sudah
memiliki orbit masing-masing, baik Matahari, Bulan maupun benda langit lainnya.
Dengan hal ini maka Matahari dan Bulan tidak akan bisa bertemu (bertabrakan).
Bulan berjalan dengan kecepatan 17 km perdetik, Bumi berjalan 15 km
perdetik, dan Matahari berjalan 12 km perdetik. Sains telah menetapkan bahwa Bulan
berputar pada porosnya, dan pada saat yang bersamaan Bulan dan Bumi yang sedang
berputar pada porosnya berputar mengelilingi Matahari.[14]
Khusuf adalah tidak
tampaknya Bulan atau sebagian dari Bulan ketika Bumi lewat di antara Bulan dan
Matahari. Sedangkan Kusuf ialah
tidak tampaknya Matahari atau sebagian dari Matahari ketika Bulan lewat di
antara Bumi dan Matahari. Gerhana Matahari dan Bulan merupakan isyarat dari Allah
akan nikmatNya yang berupa Matahari dan Bulan.[15]
Ayat-ayat Al-Qur’an di atas menjelaskan mengenai garis edar, bahwa
setiap benda langit khususnya Matahari dan Bulan mempunyai garis edar
sendiri-sendiri, dan dengan sudah terdapat perhitungan yang sempurna dan pasti.
Artinya setiap gerhana bisa diperhitungkan.
Gerhana Matahari ataupun gerhana Bulan itu tergantung pada
gerakan-gerakan Matahari, Bumi, dan Bulan yang teratur. Gerhana Bulan terjadi
ketika Bulan berada dalam daerah bayang-bayang Bumi. Pada saat ini umbra Bumi
menutupi Bulan. Kejadian ini terjadi jika Matahari, Bumi dan Bulan berada pada
satu garis lurus, dan Bumi terletak diantara Matahari dan Bulan. Jenis gerhana
Bulan ada tiga, yaitu gerhana Bulan total, gerhana bulan sebagian, dan gerhana
penumbra.[16]
Menurut sejarah pengamat yang memiliki antusias sangat tinggi
mengenai perkiraan gerhana diawali oleh peramalan Thales, yaitu seorang filosof
dari Miletus yang meninggal pada tahun
546 SM. Ahli sejarah Yunani bernama Herodotus telah memberikan
pernyataan peramalan dramatis disaat berlangsungnya perang antara bangsa Lydia
dan bangsa Mede di tahun keenam. Pada waktu itu pertempuran berlangsung di
siang hari yang cerah dimana pertempuran sengit itu berlangsung tiba-tiba
langit langit berubah menjadi gelap seperti suasana malam hari.[17]
Thales dari Miletus telah meramalkan terjadinya fenomena alam yang
kehilangan terang hari itu kepada bangsa Ionia (Miletus berada dalam distrik
Ionia) dengan menetapkannya dalam tahun yang di dalamnya sungguh terjadi.
Sehingga ketika bangsa Lydia dan Bangsa Mede melihat siang hari berubah menjadi
gelap mereka tersentak menghentikan perang atau pertempurannya dan keduanya
lebih bersemangat untuk melakukan perdamaian. Gerhana ini telah diidentifikasi
dengan gerhana yang terjadi pada tanggal 28 Mei 585 SM. Ramalan Thales
didasarkan pada suatu penemuan yang sangat menarik oleh para astronomi bangsa
Chaldea. Mereka meramalkan terjadinya gerhana Matahari dari pengalaman gerhana
yang terjadi sebelumnya.[18]
Mengenai gerhana ini sudah bisa diperhitungan kapan akan terjadinya
gerhana yang sering dikenal sebagai periode saros. Dalam sejarah kuno, para
astronom Babilonia telah melakukan observasi dan perhitungan terhadap gerhana
dan mencatat bahwa gerhana Matahari dan gerhana Bulan terjadi dalam rangkaian
dan periode tertentu. Perhitungan ini ditemukan oleh Thales dan dijadikan
sebagai dasar untuk memprediksikan terjadinya gerhana. Kata saros berasal dari
bahasa babel “sar” yang menunjukan arti suatu ukuran. Kata ini pertama kali digunakan
sebagai istilah periode gerhana oleh Elmond Halley pada tahun 1691 M.[19]
Lama waktu dalam satu siklus saros ini merupakan keselarasan antara
tiga periode orbit Bulan, yaitu siklus Bulan sinodik, siklus Bulan anomalistik,
dan siklus Bulan drakonik. Satu periode sinodik membutuhkan selang waktu
29,53059 hari dimana Bulan kembali dari fase Bulan baru ke Bulan baru
berikutnya. Satu periode anomalistik membutuhkan selang waktu 27,55444 hari
dimana satu kali Bulan mengorbit Bumi dan kembali dengan jarak yang sama.
Sedangkan satu periode drakonik membutuhkan selang waktu 27,1222 hari dimana
bulan kembali berada di titik simpul yang sama.[20]
Siklus Saros merupakan siklus gerhana
(sekitar 6585,3213 hari, atau
sekitar 18 tahun 11 1/3 hari), yang dapat digunakan untuk memprediksi gerhana Matahari serta gerhana Bulan. Satu siklus setelah gerhana, Matahari, Bumi, dan Bulan kembali ke bidang geometri yang relatif sama,
dan gerhana yang hampir identik akan terjadi.[21] Satu periode saros adalah
18 tahun 11 hari lebih 1/3 hari atau 223 kali bulan sinodis. Karena gerhana
yang dipisahkan oleh 223 kali bulan sinodis mempunyai karateristik yang sama.
Seperti yang telah disebutkan dalam
Al-qur’an bahwa Allah menciptakan segala sesuatu menurut ukurannya. Allah
menciptakan Matahari dan Bulan beserta tempat edarnya adalah berdasarkan
kebenaran. Secara sains sudah bisa terbukti dalam hal perhitungan gerhana yang
disebut dengan periode saros.
2. Penjelasan
mengenai cahaya bulan saat gerhana
Prinsip dasar terjadinya gerhana
Bulan yaitu ketika Matahari, Bumi, dan Bulan berada pada satu garis yaitu saat
Bulan beroposisi atau saat Bulan purnama, sehingga pada saat tersebut akan
melewati bayangan Bumi.
Bayangan yang dibentuk oleh bumi mempunyai
dua bagian yaitu, pertama bagian yang paling luar yang disebut bayangan
penumbra atau bayangan semu dan bagian dalam disebut dengan bayangan umbra atau
bayangan inti. Pada bayangan penumbra hanya sebagian piringan Matahari yang
ditutupi oleh Bumi, sedangkan pada bayangan umbra seluruh piringan matahari
tertutupi oleh bumi, sehingga ketika Bulan melewati umbra, Bulan akan terlihat
gelap karena cahaya Matahari yang masuk ke bulan dihalangi oleh Bumi. Ini yang
dinamakan dengan peristiwa gerhana total.[22]
Gerhana Bulan penumbra yaitu Bulan hanya melewati bayangan penumbra
Bumi dan hal ini hanya bisa dilihat apabila lebih dari setengah piringan Bulan
masuk pada bayangan penumbra Bumi. Bahkan ada astronom yang mengatakan hanya
gerhana penumbra yang akan bisa dilihat apabila magnitudenya minimal 0,7.
Sedangkan untuk gerhana umbra terjadi apabila bulan melewati umbra bumi, dimana
jika seluruh piringan bulan melewati seluruh bayangan umbra bumi disebut
gerhana total dan jika bulan melewati sebagian umbra bumi disebut gerhana bulan
sebagian.[23]
Dengan hal demikian maka cahaya Bulan
yang hilang saat gerhana Bulan terjadi bisa dijelaskan secara ilmiah. Dimana
cahaya yang seharusnya terpantulkan dari Matahari namun terhalangi oleh Bumi,
sehingga cahayanya tidak bisa sampai ke Bulan dan hal ini menjadikan Bulan
terlihat gelap.
Semua benda langit berjalan pada
garis-garis edarnya sendiri-sendiri di alam semesta. Jadi, benda-benda tersebut seolah-olah dekat dengan yang ada di laut yang
luas. Di antara bukti-bukti kekuasaan Allah dengan ciptaan-Nya yang indah
adalah pergantian, yakni senantiasa terjadi siang dan malam. Malam dipilah dari
siang dan siang pun dipilah dari malam. Sebagai hasil dari berputarnya bumi
pada sumbunya (rotasi) dari barat ke timur, maka muncul Matahari pada salah satu ufuk lainnya dengan sangat
teratur dan indah.
Allah SWT sebagai pencipta langit
dan bumi menjadikan garis edar sendiri-sendiri bagi Matahari maupun Bulan,
yang masing-masing beredar. Sehingga yang satu tidak menutupi cahaya lainnya
kecuali pada saat-saat tertentu saja ketika terjadi gerhana Matahari ataupun gerhana Bulan.
Jadi, sebagaimana telah dikatakan bahwa Matahari
beredar mengelilingi Bumi dalam gerakan secara semu yang ditimbulkan dari beredarnya Bumi sekeliling Matahari.
Gerakan seperti inilah yang dirasakan penumpang kereta
api ketika ia melihat pohon-pohon dan tiang-tiang telepon, dan desa-desa tampak
bergerak tanpa ia merasakan gerakannya sendiri.
Referensi :
- Ath-Thabari,
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. Tafsir Ath-Thabari Jilid 2. Jakarta :
Pustaka Azzam. 2009.
- Ath-Thabari,
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir, Tafsir Ath-Thabari Jilid 18. Jakarta :
Pustaka Azzam. 2009.
- Bahreisy,H. Salim dan H. Said Bahreisy. Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsir jilid 3. Surabaya : PT Bina Ilmu. 1990.
- Bahreisy,H.
Salim dan H. Said Bahreisy. Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsir jilid
4. Surabaya : PT Bina Ilmu. 1990.- Bahreisy,H. Salim dan H. Said Bahreisy. Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsir jilid 3. Surabaya : PT Bina Ilmu. 1990.
- Tim
Tashih Departemen Agama. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Yogyakarta : PT Dana
Bhakti Prima Yasa. 1995.
- Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta : Pustaka Azzam, 2008.
- Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir Al-Qurthubi. Jakarta : Pustaka Azzam, 2008.
- Thayyarah,
Nadiah. Buku Pintar Sains dalam Al-Qur’an. Jakarta : Penerbit Zaman,
2013.
- Hambali,
Slamet. Pengantar Ilmu Falak menyimak proses pembentukan alam semesta. Banyuwangi
: Bismillah publisher, 2012.
- Majalah
Zenith edisi kesepuluh “Unifikasi kalender Hijriyah antara harapan dan
tantangan”. 2013.
- Izzuddin,
Ahmad. Ilmu Falak Praktis. Semarang : PT Pustaka Rizki Putra. 2012.
- Syarif,
Muh Rasywan. Thesis (Fiqh Astronomi gerhana Matahari). 2012.
[1] Abu Ja’far
Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari Jilid 21, Jakarta :
Pustaka Azzam. 2009. Hlm.648
[2] Ibid. Hlm 649
[3] Ibid. Hlm. 651
[4] Ibid. Hlm.
654-655
[5] H. Salim
Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsir jilid 4, Surabaya
: PT Bina Ilmu. 1990. Hlm.180
[6] Tim Tashih
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Yogyakarta : PT Dana Bhakti
Prima Yasa. 1995. Hlm. 222
[7] Ibid. Hlm. 224
[8] Ibid.
[9] H. Salim
Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsir jilid 3, Surabaya
: PT Bina Ilmu. 1990. Hlm.289
[10] Syaikh Imam
Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, Jakarta : Pustaka Azzam, 2008. Hlm. 768
[11] Abu Ja’far
Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari Jilid 18, Jakarta :
Pustaka Azzam. 2009. Hlm.448
[12] Op.cit.H.
Salim Bahreisy dan H. Said Bahreisy , Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsir
jilid 4,Hlm.180
[13]
Op.cit. Tim Tashih
Departemen Agama, Hlm. 223
[14] Nadiah
Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam Al-Qur’an, Jakarta : Penerbit Zaman,
2013. Hlm. 427
[15] Ibid. Hlm. 447
[16] Slamet
Hambali, Pengantar Ilmu Falakmenyimak proses pembentukan alam semesta, Banyuwangi
: Bismillah publisher, 2012. Hlm.232
[17] Muh Rasywan
Syarif, Thesis (Fiqh Astronomi gerhana Matahari). 2012. Hlm. 10
[18] Ibid.
Hlm.10-11
[19] Dikutip dari
majalah Zenith edisi kesepuluh “Unifikasi kalender Hijriyah antara harapan dan
tantangan”. 2013. Hlm. 37
[20] Ibid
[21]
http://id.wikipedia.org/wiki/Siklus_Saros
[22] Ahmad
Izzuddin, Ilmu Falak Praktis, Semarang : PT Pustaka Rizki Putra. 2012.
Hlm. 108
[23] Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar