Senin, 05 Januari 2015

KONSTITUSI DAN PEREKMBANGANNYA DI INDONESIA


Pada dasarnya setiap negara memiliki naskah yang disebut konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Hanya Inggris dan Israel saja yang sampai sekarang tidak memiliki satu naskah tertulis yang disebut Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar di kedua negara ini tidak pernah dibuat, tetapi tumbuh.

Semua konstitusi selalu menjadikan kekuasaan sebagai pusat perhatian, karena kekuasaan itu sendiri pada intinya memang perlu diatur dan dibatasi sebagaimana mestinya. Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itu menganut kedaulatan rakyat, maka sumber konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan konstitusi.
Konstitusi bukanlah Undang-Undang biasa. Ia tidak ditetapkan oleh lembaga legislatif biasa, tetapi oleh badan yang lebih khusus dan lebih tinggi kedudukannya. Dari hampir semua negara di dunia, sistem ketatanegaraan berisi campuran dari peraturan legal dan non-legal. Sehingga kita bisa menyebut kumpulan peraturan ini sebagai Konstitusi.


A.    Tinjauan Umum tentang Konstitusi
1.      Arti dan Pengertian Konstitusi
Konstitusi pada mulanya berasal dari perkataan bahasa latin, constitutioyang berkaitan dengan kata jus atau ius yang berarti hukum atau prinsip. Istilah yang pertama yang identik dengan pengertian konstitusi adalah Undang-undang Dasar dalam arti yang tertuang dalam naskah tertulis.
Dalam kamus Oxford dictionary of law, perkataan constitution diartikan sebagai :
therulesandthepracticesthatdeterminethecompositionandthefunctions of theorgans of thecentralandlocalgovermentin a stateandregulatetherelationshipbetween individual andthestate”.
Artinya, (i) yang dinamakan konstitusi itu tidak saja aturan yang tertulis, tetapi juga apa yang dipraktekkan dalam kegiatan penyelenggaraan negara; dan (ii) yang diatur itu tidak saja berkenaan dengan organ negara beserta komposisi dan fungsinya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat pemerintahan daerah, tetapi juga mekanisme hubungan antara negara atau organ negara itu dengan warga negara.
Pengertian konstitusi menurut Thomas Paine dibuat oleh rakyat untuk membentuk, bukan sebaliknya ditetapkan oleh pemerintah untuk rakyat. Bahkan lebih lanjut dikatakan oleh Paine bahwa konstitusi itu mendahului pemerintahan, karena pemerintahan itu  justru dibentuk berdasarkan konstitusi. Oleh karena itu konstitusi lebih dulu ada daripada pemerintahan.
Pengertian bahwa konstitusi mendahului pemerintahan tetap berlaku, meskipun dalam praktek banyak negara lebih dulu diproklamasikan baru undang-undang Dasar disahkan. Dalam ilmu hukum tata negara juga berlaku doktrin “Teori fiktie hukum” (legal fictiontheory) yang menyatakan bahwa suatu negara dianggap telah memiliki konstitusi sejak negara itu terbentuk. Terbentuknya negara terletak pada tindakan yang secara resmi menyatakan terbentuk, yaitu melalui penyerahan kedaulatan (transfer of Authority) dari negara induk seperti penjajah kepada negara jajahannya, melalui pernyataan deklarasi dan proklamasi, ataupun melalui revolusi dan perebutan kekuasaan melalui kudeta.
Pada umumnya, di negara-negara modern abad kedua puluh, patokan-patokan dasar penyelenggaraan negara itu dirumuskan ke dalam konstitusi atau undang-undang dasar yang bersifat tertulis. Namun, sering pula dianggap bahwa konstitusi hanya memuat hukum dasar yang tertulis.
Pada intinya konstitusi adalah hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar dan dapat pula tidak tertulis. Tidak semua negara memiliki konstitusi tertulis atau Undang-Undang Dasar.
Kerajaan Inggris biasa disebut sebagai negara konstitusional tetapi tidak memiliki satu naskah Undang-Undang Dasar sebagi konstitusi tertulis. oleh sebab itu, di samping karena adanya negara yang dikenal sebagai negara konstitusional tetapi tidak memiliki konstitusi tertulis, nilai-nilai dan norma-norma yang hidup dalam praktek penyelenggaraan negara juga diakui sebagai hukum dasar, dan tercakup pula dalam pengertian konstitusi dalam arti luas. Karena itu, Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis beserta nilai-nilai dan norma hukum dasar yang tidak tertulis yang hidup sebagi konvensi ketatanegaraan dalam praktek penyelenggaraan negara sehari-hari, termasuk ke dalam pengertian konstitusi atau hukum dasar suatu negara.
Dalam realitas negara-negara modern dewasa ini, adakalanya konstitusi bukanlah semata-mata sebuah dokumen hukum. Secara teoritis, konstitusi dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu konstitusi politik dan konstitusi sosial. Konstitusi kategori politik semata-mata merupakan sebuah dokumen hukum yang berisikan pasal-pasal yang mengandung norma-norma dasar dalam penyelenggaraan negara, hubungan antara rakyat dengan negara, lembaga-lembaga negara dan sebagainya. Sedangkan konstitusi kategori sosial lebih luas daripada sekedar dokumen hukum karena mengandung cita-cita sosial bangsa yang menciptakannya, rumusan-rumusan filosofis tentang negara, rumusan-rumusan sistem sosial dan ekonomi, juga rumusan-rumusan sistem politik yang ingin dikembangkan di negara itu.

2.      Nilai Konstitusi
Karl Loewnstein dalam bukunya “Reflection on thevalue of Constitution”membedakan tiga macam nilai, yaitu (i) normatif value(ii) nominal value(iii) semanticalvalue. Menurut Karl Loewnstein, dalam tiap konstitusi selalu terdapat dua aspek penting, yaitu sifat idealnya sebagai teori dan sifat nyatanya sebagai praktek. Artinya, sebagai hukum tertinggi di dalam konstitusi itu selalu terkandung nilai-nilai ideal sebagai das sollen (teori) yang tidak selalu identik dengan das sein(praktek) atau keadaan nyatanya di lapangan:
a.       Konstitusi yangbernilai normatif, apabila konstitusi yang bersifat mengikat itu dipahami, diakui, diterima, dan dipatuhi oleh subjek hukum yang terikat padanya.
b.      Konstitusi yang bernilai nominal, apabila suatu undang-undang dasar, sebagian atau seluruh materi muatannya, dalam kenyataan tidak dipakai sama sekali sebagai referensi atau rujukan dalam pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan kegiatan bernegara. Menurut hukum berlaku, tetapi dalam kenyataannya tidak dilaksanakan sebagaimana seharusnya, sehingga berlakunya tidak sempurna.
c.       Konstitusi bernilai semantik, apabila konstitusi yang norma-norma yang terkandung didalamnya hanya dihargai di atas kertas dan dijadikan jargon yang hanya berfungsi sebagi pemanis dan sekali-sekali sebagi alat pembenaran belaka.

3.      Klasifikasi Konstitusi
a.       Konstitusi tertulis dan Konstitusi tidak tertulis
Konstitusi dapat dibedakan antara konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis. Konstitusi tertulis dapat dibedakan antara yang tertulis dalam satu dokumen khusus atau dalam beberapa dokumen yang terkait erat satu sama lain dan yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan lain. Konstitusi tertulis yang tersusun dalam satu dokumen khusus misalnya UUD 1945, Konstitusi RIS. Sedangkan konstitusi tertulis yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan lain dapat dijumpai misalnya dalam ketetapan-ketetapan MPR, Undang-Undang.
Sedangkan konstitusi tidak tertulis dapat dibedakan dalam tiga golongan. Pertama, ketentuan konstitusi terdapat dalam kaidah-kaidah hukum adat sebagai hukum yang tidak tertulis. Kedua, Ketentuan-ketentuan konstitusi yang terdapat dalam konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan. Ketiga, adalah adat istiadat. Berbeda dengan konvensi atau kebiasaan yang mengandung unsur obligatory, penataan terhadap adat istiadat bersifat persuasif.
b.      Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid
Konstitusi yang dapat diubah atau diamandemen tanpa prosedur khusus dinyatakan sebagai konstitusi fleksibel. Sebaliknya konstitusi yang mensyaratkan prosedur khusus untuk perubahan adalah konstitusi kaku atau rigid. Menurut James bryce, terdapat ciri-ciri khusus pada konstitusi fleksibel yaitu : a). Elastis ; b). Diumumkan dan diubah dengan cara yang sama seperti undang-undang. Sedangkan konstitusi yang kaku memiliki kekhususannya sendiri yaitu : a). Mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dari perundang-undangan yang lain; b). Hanya dapat diubah dengan cara yang khusus atau istimewa  atau dengan persyaratan yang berat.
c.       Konstitusi derajat-tinggi dan tidak derajat-tinggi.
Konstitusi derajat tinggi ialah suatu konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara. Jika dilihat dari segi bentuknya, konstitusi ini berada diatas peraturan perundang-undangan yang lain. Dan syarat-syarat untuk mengubahnya sangatlah berat. Sedangkan konstitusi yang tidak derajat-tinggi ialah suatu konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan derajat tinggi. Peraturan untuk mengubahnya setingkat dengan peraturan-peraturan yang lain (undang-undang).

d.      Konstitusi Serikat dan Konstitusi Kesatuan
Konstitusi bentuk ini berkaitan dengan bentuk suatu negara jika bentuk negara itu serikat, maka akan didapatkan sistem pembagian kekuasaan antara pemerintah negara serikat dengan pemerintah negara bagian. Sistem pembagian kekuasaan yang diatur dalam konstitusi negara kesatuan pembagian kekuasaan tidak dijumpai, karena seluruh kekuasaannya terpusat pada pemerintahan pusat sebagaimana yang diatur dalam konstitusi.
e.       Konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan konstitusi sistem pemerintahan parlementer.
Menurut C.F.Strong dalam bukunya modern mengemukakan bahwa dinegara-negara dunia ini ada dua macam sistem pemerintahan.
1.      Sistem pemerintahan presidensial yang mempunyai ciri-ciri pokok :
a.       Presiden berkedudukan sebagai Kepala Negara sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan.
b.      Presiden tidak dipilih oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetapi dipilih langsung oleh rakyat.
c.       Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif.
d.      Presiden tidak dapat membubarkan pemegang kekuasaan legislatif dan tidak dapat memerintahkan diadakan pemilihan.
Konstitusi yang mengatur beberapa ciri khas di atas, diklasifikasikan konstitusi sistem pemerintahan presidensial.
2.      Sistem pemerintahan parlementer mempunyai ciri-ciri pokok :
a.       Kabinet yang dipilih oleh perdana menteri dibentuk atau berdasarkan kekuatan-kekuatan yang menguasai parlemen.
b.      Para anggota kabinet mungkin seluruhnya, mungkin sebagian adalah anggota parlemen.
c.       Perdana menteri bersama kabinet bertanggung jawab kepada parlemen.
d.      Kepala negara dengan saran atau nasihat perdana menteri dapat membubarkan parlemen dan memerintahkan diadakan pemilihan umum.
Konstitusi yang di dalamnya mengatur beberapa ciri sistem pemerintahan di atas, disebut konstitusi sistem pemerintahan parlemen.
Berdasarkan klasifikasi di atas, UUD 1945 termasuk dalam klasifikasi konstitusi yang rigid, konstitusi tertulis dalam arti dituangkan dalam dokumen, konstitusi berderajat tinggi, konstitusi kesatuan, dan termasuk konstitusi yang menganut sistem campuran. Karena dalam UUD 1945 di samping mengatur ciri-ciri sistem presidensial, juga mengatur beberapa ciri sistem pemerintahan parlementer.
4.      Tujuan dan Hakikat Konstitusi
a.       Tujuan Konstitusi
Konstitusi itu mengatur organisasi negara dan susunan pemerintahan. Jadi di mana ada organisasi negara dan kebutuhan menyusun suatu pemerintahan negara, maka akan selalu diperlukan konstitusi.Tujuan konstitusi pada umumnya ada tiga:
1.      Keadilan, keadilan itu sepadan dengan keseimbangan dan kepatutan, serta kewajaran.
2.      Kepastian, kepastian hukum terkait dengan ketertiban dan ketenteraman.
3.      Kebergunaan, kebergunaan diharapkan dapat menjamin bahwa semua nilai-nilai tersebut akan mewujudkan kedamaian hidup bersama.
Sedangkan menurut beberapa sarjana merumuskan tujuan konstitusi itu seperti merumuskan tujuan negara, yaitu negara konstitusional atau bernegara berkonstitusi . menurut J.Barents ada tiga tujuan negara yaitu :
a.       untuk memelihara ketertiban dan ketenteraman
b.      mempertahankan kekuasaan
c.       mengurus hal-hal berkenaan dengan kepentingan umum
b. Hakikat Konstitusi.
Hakikat konstitusi tidak lain dari perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitualisme yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintahan di satu pihak dan jaminan terhadap terhadap hak-hak warga negara maupun setiap penduduk pihak lain.Hak-hak itu mencakup hak-hak dasar seperti hak untuk hidup, mempunyai milik, kesejahteraan, dan kebebasan.

B.     Perubahan Konstitusi
Konstitusi adalah produk dari jamannya. Benar bahwasanya waktu berubah. Namun, apakah konstitusi berubah dengan waktu?
Dalam sistem ketatanegaraan modern terdapat dua model perubahan konstitusi yaitu : renewal (pembaharuan) dan amandemen (perubahan). Renewal(pembaharuan) adalah sistem perubahan konstitusi dengan model perubahan konstitusi secara keseluruhan sehingga yang diberlakukan adalah konstitusi yang baru secara keseluruhan. Diantara negara yang menganut sistem ini antara lain Belanda, Jerman dan Prancis. Sedangkan amandemen adalah perubahan konstitusi yang apabila suatu konstitusi diubah, konstitusi yang asli tetap berlaku. Dengan kata lain perubahan pada model amandemen tidak terjadi secara keseluruhan bagian dalam konstitusi asli sehingga hasil amandemen tersebut merupakan bagian atau lampiran yang menyertai konstitusi awal. Negara yang menganut sistem ini adalah Amerika Serikat, termasuk Indonesia, dengan pengalaman empat kali amandemen.
Menurut Mariam Budiardjo, ada 4 macam prosedur dalam perubahan konstitusi baik dalam model renewal dan amandemen, yaitu :
1.      Sidang badan legislatif dengan ditambah beberapa syarat, misalnya dapat ditetapkan kuorum untuk sidang yang membicarakan usul perubahan undang-undang dasar dan jumlah minimum anggota badan legislatif untuk menerimanya.
2.      Referendum (pengambilan Keputusan dengan cara menerima atau menolak usulan perubahan Undang-Undang)
3.      Negara-negara bagian dalam negara federal (misalnya Amerika Serikat ; 3/4 dari 50 negara-negara bagian harus menyetujui)
4.      Perubahan yang dilakukan dalamsuatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lembaga khusus yang dibentuk  untuk keperluan perubahan.
Menurut K.CWheare, ada tiga cara untuk mengubah undang-undang dasar, yaitu (1) perubahan resmi (2) kovensi ketatanegaraan dan ke (3) penafsiran pengadilan. Oleh karena itu, perubahan dalam arti penyempurnaan terhadap undang-undang dasar tidak selalu harus dilakukan dengan cara formal amandemen, tetapi dapat pula dilakukan dengan konvensi ketatanegaraan. Misalnya, ada suatu pasal dalam undang-undang dasar yang resminya berlaku,tetapi dalam praktek pasal itu sudah tidak di pakai lagi dalam rangka penyelenggaraan kegiatan kenegaraan sehari-hari. Pada akhirnya yang menentukan perlu atau tidaknya perundang-undangan dasar diubah adalah faktor konfigurasi kekuatan politik yang berkuasa sewaktu-waktu. Betapapun kakunya atau sulitnya suatu naskah undang-undang dasar diubah, apabila konfigurasi kekuatan politik yang berkuasa berpendapat, menghendaki, atau menentukan bahwa undang-undang dasar itu harus diubah, maka konstitusi itu tentunya akan diubah. Sebaliknya, walaupun undang-undang dasar itu sangat mudah untuk diubah, tetapi jika kekuatan politik yang berkuasa itu berpendapat, tidak perlu diubah atau tidak menghendaki adanya perubahan, tentu konstitusi itu tetap tidak akan mengalami perubahan.
Sedangkan undang-undang dasar yang dikenal kaku atau rigid, prosedur perubahannya dapat dilakukan :
1.      Oleh lembaga legislatif, tetapi dengan pembatasan-pembatasan tertentu.
2.      Oleh rakyat secara langsung melalui suatu referendum.
3.      Oleh utusan negara-negara bagian, khusus dinegara-negara serikat.
4.      Dengan kebiasaan ketatanegaraan atau oleh suatu lembaga negara yang khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.
Bahwa yang menyebabkan Konstitusi perlu diubah bisa terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut. Pertama kekuatan-kekuatan tersebut mungkin menimbulkan perubahan keadaan yang pada dirinya tidak menyebabkan perubahan nyata pada kalimat konstitusi tetapi menyebabkan Konstitusi mempunyai arti yang berbeda dari arti sebelumnya atau yang mengganggu keseimbangannya. Cara kedua dan lebih jelas di mana kekuatan-kekuatan tersebut berjalan adalah ia menimbulkan keadaan yang mendorong perubahan pada konstitusi baik melalui proses amandemen formal maupun Keputusan hakim atau dengan perkembangan dan terbangunnya adat atau kebiasaan konstitusi.
Amandemen terhadap konstitusi hanya dapat dilakukan melalui proses khusus yang berbeda dengan ketika melakukan terhadap perubahan hukum biasa. Kadang kadang sebagaimana dalam konstitusi Amerika Serikat, misalnya amandemen terhadap konstitusi tidak bisa dilakukan oleh legislatif semata, tetapi memerlukan dukungan dari lembaga-lembaga lain di luar legislatif. Selain itu, di Amerika jika undang-undang dari Kongres atau undang-undang dari badan legislatif atau undang-undang dari badan apapun yang mempunyai kewenangan membuat peraturan, bertentangan dengan pasal-pasal konstitusi, maka undang-undang tersebut tidak sah. Hal yang sama juga berlaku misalnya di Kanada dan Australia, di India dan Irlandia.

C.     Perkembangan Konstitusi di Indonesia
Undang-undang Dasar atau Konstitusi Negara Republik Indonesia disahkan dan ditetapkan oleh panitia persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada hari sabtu tanggal 18 Agustus 1945, yakni sehari setelah proklamasi kemerdekaan.
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia ada empat macam Undang-Undang Dasar yang pernah berlaku, yaitu (1) UUD 1945, yang berlaku antara 17 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949; (2) Konstitusi Republik Indonesia serikat; (3) UUD sementara 1950, yang berlaku antara 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959; (4) UUD 1945, yang berlaku lagi sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Dalam keempat periode berlakunya keempat macam Undang-undang Dasar itu, UUD 1945 berlaku dalam dua kurun waktu. Kurun waktu pertama telah berlaku UUD sebagaimana diundangkan dalam berita Republik Indonesia Tahun II No.7 kurun waktu kedua berlaku sejak Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai sekarang. Melalu Dekrit itu, telah dinyatakan kembali UUD 1945.
Walau begitu Belanda tidak henti-hentinya mengusahakan segala jalan dalam merongrong Republik Indonesia, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Kedaulatan Republik Indonesia sudah mulai Runtuh. Mereka terus menerus membuat “negara” di wilayah republik Indonesia yang diakui secara defacto dalam persetujuan Linggarjati.
Pada tanggal 27 Desember 1949 dilakukan penandatanganan naskah “penyerahan” kedaulatan dari pemerintahan Belanda. Dalam Konferensi Meja Bundar disepakati tiga hal, yaitu :
1.      Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat;
2.      Penyerahan kedaulatan kepada RIS yang bersisi tiga hal, yaitu;(a) piagam penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada pemerintahan RIS; (b) status uni; dan (c) persetujuan perpindahan;
3.      Mendirikan uni antara Republik Indonesia Serikat dengan Kerajaan Belanda.
Naskah konstitusi RIS disusun bersama oleh delegasi Republik Indonesia dan delegasi Bijeenkomstvoor Federal Overleg (BFO) ke KMB. Rancangan UUD yang telah dibuat disepakati kedua belah pihak untuk diberlakukan sebagai UUD RIS. Naskah undang-Undang Dasar yang kemudian dikenal dengan Konstitusi RIS. Namun, hasil kesepakatan  yang dicapai dalam KMB bukan merupakan cita-cita bangsa Indonesia yang jelas tidak sesuai dengan Proklamasi 17 Agustus 1945.
Pada pemerintahan kabinet Abdul Halim, program Negara Bagian RI, untuk mengubah RIS menjadi Negara Kesatuan RI. RIS mengadakan persetujuan dengan Negara Bagian RI untuk mewujudkan negara kesatuan dengan mengubah Konstitusi sementara RIS  menjadi Undang-Undang Dasar sementara (UUDS) kemudian disusul dengan proklamasi pembentukan Negara Kesatuan RI oleh presiden Soekarno di hadapan sidang senat dan DPRS di Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1950. Keadaan ini menandakan bahwa proyek pemerintahan Belanda untuk menciptakan negara federal di Republik Indonesia telah gagal total, rakyat Indonesia kembali ke bentuk negara kesatuan.
Setelah itu, mulailah diadakan usaha untuk menyusun Undang-Undang Dasar baru dengan dibentuknya lembaga konstituante yang secara khusus ditugaskan untuk menyusun konstitusi baru. Setelah konstituante terbentuk, diadakanlah persidangan-persidangan yang sangat melelahkan mulai tahun 1956 sampai tahun 1959, dengan maksud menyusun undang-undang Dasar yang bersifat tetap. Akan tetapi, sejarah mencatat bahwa usaha ini gagal diselesaikan, sehingga pada tanggal 5 Juli 1959, PresidenSoekarno mengeluarkan keputusannya yang dikenal dengan sebutan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Perubahan dari Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 ke Undang-Undang Dasar 1945 ini tidak ubahnya bagaikan tindakan penggantian Undang-Undang Dasar juga. Karena itu, sampai dengan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945 itu, dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia modern belum pernah terjadi perubahan dalam arti pembaruan Undang-Undang Dasar, melainkan baru perubahan dalam arti pembentukan, penyusunan, dan penggantian Undang-Undang Dasar.
Isi dari Dekrit Presiden  Juli 1959 sebagai berikut :
1.      Membubarkan Konstituante;
2.      Mencabut berlakunya UUDS 1950 dan memberlakukan kembali UUD 1945;
3.      (Janji) pembentukan MPRS dan DPAS.
Sejak saat itulah UUD 1945 yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945 diberlakukan kembali melalui Dekrit Presiden. Boedisoesetya melihat bahwa pemberlakuan UUD 1945 dengan Dekrit Presiden itu sah secara prosedur konstitusi karena telah disetujui oleh dua lembaga pemegang kedaulatan rakyat yakni pemerintah (Kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri) dan DPR.


REFERENSI :

- Asshiddiqie,Jimly. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I,Jakarta : Konstitusi Press, 2006.
- Asshiddiqie,Jimly.Konstitusi &Konstitualisme Indonesia,Jakarta : Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006.
- MD,Moh. Mahfud, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi isu. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.2010.
- Mahendra,YusrilIhza.Dinamika Tatanegara Indonesia,Jakarta : Gema Insani Press, 1996.
- Manan,Bagir.Pertumbuhan dan perkembangan konstitusi suatu negara,Bandung : Penerbit Mandar Maju.1995
- A. Ubaedillah dan Abdul Razak. Demokrasi, Hak asasi Manusia, dan Masyarakat madani,Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayat,2000.
- Thaib, Dahlan, dkk.Teori dan hukum konstitusi,Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.2008.
- Wheare,K.C. Konstitusi-konstitusi Modern,Surabaya : Pustaka Eureka, 2003
- Huda,Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia,Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006
- Hardjono,Legitimasi Perubahan Konstitusi,Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar