Pada dasarnya setiap negara memiliki naskah yang disebut konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Hanya Inggris dan Israel saja yang sampai sekarang tidak memiliki satu naskah tertulis yang disebut Undang-Undang Dasar. Undang-Undang Dasar di kedua negara ini tidak pernah dibuat, tetapi tumbuh.
Semua konstitusi selalu menjadikan kekuasaan
sebagai pusat perhatian, karena kekuasaan itu sendiri pada intinya memang perlu
diatur dan dibatasi sebagaimana mestinya. Berlakunya suatu konstitusi sebagai
hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip
kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itu menganut kedaulatan
rakyat, maka sumber konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah
paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan konstitusi.
Konstitusi bukanlah Undang-Undang biasa. Ia
tidak ditetapkan oleh lembaga legislatif biasa, tetapi oleh badan yang lebih
khusus dan lebih tinggi kedudukannya.
Dari hampir semua negara di dunia, sistem ketatanegaraan berisi campuran dari
peraturan legal dan non-legal. Sehingga kita bisa menyebut kumpulan peraturan
ini sebagai Konstitusi.
A. Tinjauan Umum
tentang Konstitusi
1. Arti dan
Pengertian Konstitusi
Konstitusi pada mulanya berasal dari perkataan
bahasa latin, constitutioyang berkaitan dengan kata jus atau ius
yang berarti hukum atau prinsip. Istilah yang pertama yang identik dengan
pengertian konstitusi adalah Undang-undang Dasar dalam arti yang tertuang dalam
naskah tertulis.
Dalam kamus Oxford dictionary of law,
perkataan constitution diartikan sebagai :
“therulesandthepracticesthatdeterminethecompositionandthefunctions
of theorgans of thecentralandlocalgovermentin a
stateandregulatetherelationshipbetween individual andthestate”.
Artinya, (i) yang dinamakan konstitusi itu
tidak saja aturan yang tertulis, tetapi juga apa yang dipraktekkan dalam
kegiatan penyelenggaraan negara; dan (ii) yang diatur itu tidak saja berkenaan
dengan organ negara beserta komposisi dan fungsinya, baik di tingkat pusat
maupun di tingkat pemerintahan daerah, tetapi juga mekanisme hubungan antara
negara atau organ negara itu dengan warga negara.
Pengertian konstitusi menurut Thomas Paine
dibuat oleh rakyat untuk membentuk, bukan sebaliknya ditetapkan oleh pemerintah
untuk rakyat. Bahkan lebih lanjut dikatakan oleh Paine bahwa konstitusi itu
mendahului pemerintahan, karena pemerintahan itu justru dibentuk berdasarkan konstitusi. Oleh
karena itu konstitusi lebih dulu ada daripada pemerintahan.
Pengertian bahwa konstitusi mendahului pemerintahan
tetap berlaku, meskipun dalam praktek banyak negara lebih dulu diproklamasikan
baru undang-undang Dasar disahkan. Dalam ilmu hukum tata negara juga berlaku
doktrin “Teori fiktie hukum” (legal fictiontheory) yang menyatakan bahwa
suatu negara dianggap telah memiliki konstitusi sejak negara itu terbentuk.
Terbentuknya negara terletak pada tindakan yang secara resmi menyatakan
terbentuk, yaitu melalui penyerahan kedaulatan (transfer of Authority)
dari negara induk seperti penjajah kepada negara jajahannya, melalui pernyataan
deklarasi dan proklamasi, ataupun melalui revolusi dan perebutan kekuasaan
melalui kudeta.
Pada umumnya, di negara-negara modern abad
kedua puluh, patokan-patokan dasar penyelenggaraan negara itu dirumuskan ke
dalam konstitusi atau undang-undang dasar yang bersifat tertulis. Namun, sering
pula dianggap bahwa konstitusi hanya memuat hukum dasar yang tertulis.
Pada intinya konstitusi adalah hukum dasar
yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara. Konstitusi dapat
berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang Dasar dan dapat
pula tidak tertulis. Tidak semua negara memiliki konstitusi tertulis atau
Undang-Undang Dasar.
Kerajaan Inggris biasa disebut sebagai negara
konstitusional tetapi tidak memiliki satu naskah Undang-Undang Dasar sebagi
konstitusi tertulis. oleh sebab itu, di samping karena adanya negara yang
dikenal sebagai negara konstitusional tetapi tidak memiliki konstitusi
tertulis, nilai-nilai dan norma-norma yang hidup dalam praktek penyelenggaraan
negara juga diakui sebagai hukum dasar, dan tercakup pula dalam pengertian
konstitusi dalam arti luas.
Karena itu, Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis beserta nilai-nilai
dan norma hukum dasar yang tidak tertulis yang hidup sebagi konvensi ketatanegaraan
dalam praktek penyelenggaraan negara sehari-hari, termasuk ke dalam pengertian
konstitusi atau hukum dasar suatu negara.
Dalam realitas negara-negara modern dewasa
ini, adakalanya konstitusi bukanlah semata-mata sebuah dokumen hukum. Secara
teoritis, konstitusi dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu konstitusi
politik dan konstitusi sosial. Konstitusi kategori politik semata-mata
merupakan sebuah dokumen hukum yang berisikan pasal-pasal yang mengandung
norma-norma dasar dalam penyelenggaraan negara, hubungan antara rakyat dengan
negara, lembaga-lembaga negara dan sebagainya. Sedangkan konstitusi kategori
sosial lebih luas daripada sekedar dokumen hukum karena mengandung cita-cita
sosial bangsa yang menciptakannya, rumusan-rumusan filosofis tentang negara,
rumusan-rumusan sistem sosial dan ekonomi, juga rumusan-rumusan sistem politik
yang ingin dikembangkan di negara itu.
2. Nilai
Konstitusi
Karl Loewnstein dalam bukunya “Reflection
on thevalue of Constitution”membedakan tiga macam nilai, yaitu (i) normatif
value(ii) nominal value(iii) semanticalvalue. Menurut Karl
Loewnstein, dalam tiap konstitusi selalu terdapat dua aspek penting, yaitu
sifat idealnya sebagai teori dan sifat nyatanya sebagai praktek. Artinya, sebagai
hukum tertinggi di dalam konstitusi itu selalu terkandung nilai-nilai ideal
sebagai das sollen (teori) yang tidak selalu identik dengan das sein(praktek)
atau keadaan nyatanya di lapangan:
a. Konstitusi yangbernilai normatif, apabila
konstitusi yang bersifat mengikat itu dipahami, diakui, diterima, dan dipatuhi
oleh subjek hukum yang terikat padanya.
b. Konstitusi yang bernilai nominal, apabila
suatu undang-undang dasar, sebagian atau seluruh materi muatannya, dalam
kenyataan tidak dipakai sama sekali sebagai referensi atau rujukan dalam
pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan kegiatan bernegara. Menurut hukum
berlaku, tetapi dalam kenyataannya tidak dilaksanakan sebagaimana seharusnya,
sehingga berlakunya tidak sempurna.
c. Konstitusi bernilai semantik, apabila
konstitusi yang norma-norma yang terkandung didalamnya hanya dihargai di atas
kertas dan dijadikan jargon yang hanya berfungsi sebagi pemanis dan
sekali-sekali sebagi alat pembenaran belaka.
3. Klasifikasi
Konstitusi
a. Konstitusi tertulis dan Konstitusi tidak
tertulis
Konstitusi
dapat dibedakan antara konstitusi tertulis dan konstitusi tidak
tertulis. Konstitusi tertulis dapat dibedakan antara yang tertulis dalam
satu dokumen khusus atau dalam beberapa dokumen yang terkait erat satu sama
lain dan yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan lain. Konstitusi
tertulis yang tersusun dalam satu dokumen khusus misalnya UUD 1945, Konstitusi
RIS. Sedangkan konstitusi tertulis yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan lain dapat dijumpai misalnya dalam ketetapan-ketetapan MPR,
Undang-Undang.
Sedangkan
konstitusi tidak tertulis dapat dibedakan dalam tiga golongan. Pertama,
ketentuan konstitusi terdapat dalam kaidah-kaidah hukum adat sebagai hukum yang
tidak tertulis. Kedua, Ketentuan-ketentuan konstitusi yang terdapat
dalam konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan. Ketiga, adalah adat
istiadat. Berbeda dengan konvensi atau kebiasaan yang mengandung unsur obligatory,
penataan terhadap adat istiadat bersifat persuasif.
b. Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid
Konstitusi yang
dapat diubah atau diamandemen tanpa prosedur khusus dinyatakan sebagai
konstitusi fleksibel. Sebaliknya konstitusi yang mensyaratkan prosedur khusus
untuk perubahan adalah konstitusi kaku atau rigid. Menurut James bryce,
terdapat ciri-ciri khusus pada konstitusi fleksibel yaitu : a). Elastis ; b). Diumumkan
dan diubah dengan cara yang sama seperti undang-undang. Sedangkan konstitusi
yang kaku memiliki kekhususannya sendiri yaitu : a). Mempunyai kedudukan dan derajat
yang lebih tinggi dari perundang-undangan yang lain; b). Hanya dapat diubah
dengan cara yang khusus atau istimewa
atau dengan persyaratan yang berat.
c. Konstitusi derajat-tinggi dan tidak derajat-tinggi.
Konstitusi
derajat tinggi ialah suatu konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam
negara. Jika dilihat dari segi bentuknya, konstitusi ini berada diatas
peraturan perundang-undangan yang lain. Dan syarat-syarat untuk mengubahnya
sangatlah berat. Sedangkan konstitusi yang tidak derajat-tinggi ialah suatu
konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan derajat tinggi. Peraturan untuk
mengubahnya setingkat dengan peraturan-peraturan yang lain (undang-undang).
d. Konstitusi Serikat dan Konstitusi Kesatuan
Konstitusi
bentuk ini berkaitan dengan bentuk suatu negara jika bentuk negara itu serikat,
maka akan didapatkan sistem pembagian kekuasaan antara pemerintah negara
serikat dengan pemerintah negara bagian. Sistem pembagian kekuasaan yang diatur
dalam konstitusi negara kesatuan pembagian kekuasaan tidak dijumpai, karena
seluruh kekuasaannya terpusat pada pemerintahan pusat sebagaimana yang diatur
dalam konstitusi.
e. Konstitusi sistem pemerintahan presidensial
dan konstitusi sistem pemerintahan parlementer.
Menurut C.F.Strong
dalam bukunya modern mengemukakan bahwa dinegara-negara dunia ini ada dua macam
sistem pemerintahan.
1. Sistem pemerintahan presidensial yang
mempunyai ciri-ciri pokok :
a. Presiden berkedudukan sebagai Kepala Negara
sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan.
b. Presiden tidak dipilih oleh pemegang kekuasaan
legislatif, akan tetapi dipilih langsung oleh rakyat.
c. Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan
legislatif.
d. Presiden tidak dapat membubarkan pemegang
kekuasaan legislatif dan tidak dapat memerintahkan diadakan pemilihan.
Konstitusi yang
mengatur beberapa ciri khas di atas, diklasifikasikan konstitusi sistem
pemerintahan presidensial.
2. Sistem pemerintahan parlementer mempunyai
ciri-ciri pokok :
a. Kabinet yang dipilih oleh perdana menteri
dibentuk atau berdasarkan kekuatan-kekuatan yang menguasai parlemen.
b. Para anggota kabinet mungkin seluruhnya,
mungkin sebagian adalah anggota parlemen.
c. Perdana menteri bersama kabinet bertanggung
jawab kepada parlemen.
d. Kepala negara dengan saran atau nasihat
perdana menteri dapat membubarkan parlemen dan memerintahkan diadakan pemilihan
umum.
Konstitusi yang
di dalamnya mengatur beberapa ciri sistem pemerintahan di atas, disebut
konstitusi sistem pemerintahan parlemen.
Berdasarkan klasifikasi di atas, UUD 1945
termasuk dalam klasifikasi konstitusi yang rigid, konstitusi tertulis dalam
arti dituangkan dalam dokumen, konstitusi berderajat tinggi, konstitusi
kesatuan, dan termasuk konstitusi yang menganut sistem campuran. Karena dalam
UUD 1945 di samping mengatur ciri-ciri sistem presidensial, juga mengatur
beberapa ciri sistem pemerintahan parlementer.
4. Tujuan dan
Hakikat Konstitusi
a. Tujuan Konstitusi
Konstitusi itu
mengatur organisasi negara dan susunan pemerintahan. Jadi di mana ada
organisasi negara dan kebutuhan menyusun suatu pemerintahan negara, maka akan
selalu diperlukan konstitusi.Tujuan konstitusi pada umumnya ada tiga:
1. Keadilan, keadilan itu sepadan dengan
keseimbangan dan kepatutan, serta kewajaran.
2. Kepastian, kepastian hukum terkait dengan
ketertiban dan ketenteraman.
3. Kebergunaan, kebergunaan diharapkan dapat
menjamin bahwa semua nilai-nilai tersebut akan mewujudkan kedamaian hidup
bersama.
Sedangkan
menurut beberapa sarjana merumuskan tujuan konstitusi itu seperti merumuskan
tujuan negara, yaitu negara konstitusional atau bernegara berkonstitusi .
menurut J.Barents ada tiga tujuan negara yaitu :
a. untuk memelihara ketertiban dan ketenteraman
b. mempertahankan kekuasaan
c. mengurus hal-hal berkenaan dengan kepentingan
umum
b. Hakikat Konstitusi.
Hakikat konstitusi tidak lain dari perwujudan
paham tentang konstitusi atau konstitualisme yaitu pembatasan terhadap
kekuasaan pemerintahan di satu pihak dan jaminan terhadap terhadap hak-hak
warga negara maupun setiap penduduk pihak lain.Hak-hak itu mencakup hak-hak
dasar seperti hak untuk hidup, mempunyai milik, kesejahteraan, dan kebebasan.
B. Perubahan
Konstitusi
Konstitusi
adalah produk dari jamannya. Benar bahwasanya waktu berubah. Namun, apakah
konstitusi berubah dengan waktu?
Dalam sistem
ketatanegaraan modern terdapat dua model perubahan konstitusi yaitu : renewal
(pembaharuan) dan amandemen (perubahan). Renewal(pembaharuan) adalah
sistem perubahan konstitusi dengan model perubahan konstitusi secara
keseluruhan sehingga yang diberlakukan adalah konstitusi yang baru secara
keseluruhan. Diantara negara yang menganut sistem ini antara lain Belanda,
Jerman dan Prancis. Sedangkan amandemen adalah perubahan konstitusi yang
apabila suatu konstitusi diubah, konstitusi yang asli tetap berlaku. Dengan
kata lain perubahan pada model amandemen tidak terjadi secara keseluruhan
bagian dalam konstitusi asli sehingga hasil amandemen tersebut merupakan bagian
atau lampiran yang menyertai konstitusi awal. Negara yang menganut sistem ini
adalah Amerika Serikat, termasuk Indonesia, dengan pengalaman empat kali
amandemen.
Menurut Mariam
Budiardjo, ada 4 macam prosedur dalam perubahan konstitusi baik dalam model renewal
dan amandemen, yaitu :
1. Sidang badan legislatif dengan ditambah
beberapa syarat, misalnya dapat ditetapkan kuorum untuk sidang yang
membicarakan usul perubahan undang-undang dasar dan jumlah minimum anggota
badan legislatif untuk menerimanya.
2. Referendum (pengambilan Keputusan dengan cara
menerima atau menolak usulan perubahan Undang-Undang)
3. Negara-negara bagian dalam negara federal
(misalnya Amerika Serikat ; 3/4 dari 50 negara-negara bagian harus menyetujui)
4. Perubahan yang dilakukan dalamsuatu konvensi
atau dilakukan oleh suatu lembaga khusus yang dibentuk untuk keperluan perubahan.
Menurut K.CWheare,
ada tiga cara untuk mengubah undang-undang dasar, yaitu (1) perubahan resmi (2)
kovensi ketatanegaraan dan ke (3) penafsiran pengadilan. Oleh karena itu,
perubahan dalam arti penyempurnaan terhadap undang-undang dasar tidak selalu
harus dilakukan dengan cara formal amandemen, tetapi dapat pula dilakukan
dengan konvensi ketatanegaraan. Misalnya, ada suatu pasal dalam undang-undang
dasar yang resminya berlaku,tetapi dalam praktek pasal itu sudah tidak di pakai
lagi dalam rangka penyelenggaraan kegiatan kenegaraan sehari-hari. Pada
akhirnya yang menentukan perlu atau tidaknya perundang-undangan dasar diubah
adalah faktor konfigurasi kekuatan politik yang berkuasa sewaktu-waktu.
Betapapun kakunya atau sulitnya suatu naskah undang-undang dasar diubah,
apabila konfigurasi kekuatan politik yang berkuasa berpendapat, menghendaki,
atau menentukan bahwa undang-undang dasar itu harus diubah, maka konstitusi itu
tentunya akan diubah. Sebaliknya, walaupun undang-undang dasar itu sangat mudah
untuk diubah, tetapi jika kekuatan politik yang berkuasa itu berpendapat, tidak
perlu diubah atau tidak menghendaki adanya perubahan, tentu konstitusi itu
tetap tidak akan mengalami perubahan.
Sedangkan
undang-undang dasar yang dikenal kaku atau rigid, prosedur perubahannya dapat
dilakukan :
1. Oleh lembaga legislatif, tetapi dengan
pembatasan-pembatasan tertentu.
2. Oleh rakyat secara langsung melalui suatu
referendum.
3. Oleh utusan negara-negara bagian, khusus dinegara-negara
serikat.
4. Dengan kebiasaan ketatanegaraan atau oleh
suatu lembaga negara yang khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.
Bahwa yang menyebabkan Konstitusi perlu diubah bisa
terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut. Pertama kekuatan-kekuatan
tersebut mungkin menimbulkan perubahan keadaan yang pada dirinya tidak
menyebabkan perubahan nyata pada kalimat konstitusi tetapi menyebabkan
Konstitusi mempunyai arti yang berbeda dari arti sebelumnya atau yang mengganggu
keseimbangannya. Cara kedua dan lebih jelas di mana kekuatan-kekuatan tersebut
berjalan adalah ia menimbulkan keadaan yang mendorong perubahan pada konstitusi
baik melalui proses amandemen formal maupun Keputusan hakim atau dengan
perkembangan dan terbangunnya adat atau kebiasaan konstitusi.
Amandemen terhadap konstitusi hanya dapat
dilakukan melalui proses khusus yang berbeda dengan ketika melakukan terhadap
perubahan hukum biasa. Kadang kadang sebagaimana dalam konstitusi Amerika
Serikat, misalnya amandemen terhadap konstitusi tidak bisa dilakukan oleh
legislatif semata, tetapi memerlukan dukungan dari lembaga-lembaga lain di luar
legislatif. Selain itu, di Amerika jika undang-undang dari Kongres atau
undang-undang dari badan legislatif atau undang-undang dari badan apapun yang
mempunyai kewenangan membuat peraturan, bertentangan dengan pasal-pasal
konstitusi, maka undang-undang tersebut tidak sah. Hal yang sama juga berlaku
misalnya di Kanada dan Australia, di India dan Irlandia.
C. Perkembangan Konstitusi di Indonesia
Undang-undang Dasar atau Konstitusi Negara
Republik Indonesia disahkan dan ditetapkan oleh panitia persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) pada hari sabtu tanggal 18 Agustus 1945, yakni sehari setelah
proklamasi kemerdekaan.
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia ada
empat macam Undang-Undang Dasar yang pernah berlaku, yaitu (1) UUD 1945, yang
berlaku antara 17 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949; (2) Konstitusi Republik
Indonesia serikat; (3) UUD sementara 1950, yang berlaku antara 17 Agustus 1950
sampai 5 Juli 1959; (4) UUD 1945, yang berlaku lagi sejak dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959.
Dalam keempat periode berlakunya keempat macam
Undang-undang Dasar itu, UUD 1945 berlaku dalam dua kurun waktu. Kurun waktu pertama
telah berlaku UUD sebagaimana diundangkan dalam berita Republik Indonesia Tahun
II No.7 kurun waktu kedua berlaku sejak Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 sampai sekarang. Melalu Dekrit itu, telah dinyatakan
kembali UUD 1945.
Walau begitu Belanda tidak henti-hentinya
mengusahakan segala jalan dalam merongrong Republik Indonesia, untuk
menunjukkan kepada dunia bahwa Kedaulatan Republik Indonesia sudah mulai
Runtuh. Mereka terus menerus membuat “negara” di wilayah republik Indonesia
yang diakui secara defacto dalam persetujuan Linggarjati.
Pada tanggal 27 Desember 1949 dilakukan penandatanganan
naskah “penyerahan” kedaulatan dari pemerintahan Belanda. Dalam Konferensi Meja
Bundar disepakati tiga hal, yaitu :
1. Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat;
2. Penyerahan kedaulatan kepada RIS yang bersisi
tiga hal, yaitu;(a) piagam penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda kepada
pemerintahan RIS; (b) status uni; dan (c) persetujuan perpindahan;
3. Mendirikan uni antara Republik Indonesia
Serikat dengan Kerajaan Belanda.
Naskah konstitusi RIS disusun bersama oleh
delegasi Republik Indonesia dan delegasi Bijeenkomstvoor Federal Overleg (BFO)
ke KMB. Rancangan UUD yang telah dibuat disepakati kedua belah pihak untuk
diberlakukan sebagai UUD RIS. Naskah undang-Undang Dasar yang kemudian dikenal
dengan Konstitusi RIS. Namun, hasil kesepakatan
yang dicapai dalam KMB bukan merupakan cita-cita bangsa Indonesia yang
jelas tidak sesuai dengan Proklamasi 17 Agustus 1945.
Pada pemerintahan kabinet Abdul Halim, program
Negara Bagian RI, untuk mengubah RIS menjadi Negara Kesatuan RI. RIS mengadakan
persetujuan dengan Negara Bagian RI untuk mewujudkan negara kesatuan dengan
mengubah Konstitusi sementara RIS
menjadi Undang-Undang Dasar sementara (UUDS) kemudian disusul dengan
proklamasi pembentukan Negara Kesatuan RI oleh presiden Soekarno di hadapan
sidang senat dan DPRS di Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1950. Keadaan ini menandakan bahwa proyek pemerintahan Belanda untuk menciptakan
negara federal di Republik Indonesia telah gagal total, rakyat Indonesia
kembali ke bentuk negara kesatuan.
Setelah itu, mulailah diadakan usaha untuk
menyusun Undang-Undang Dasar baru dengan dibentuknya lembaga konstituante yang
secara khusus ditugaskan untuk menyusun konstitusi baru. Setelah konstituante
terbentuk, diadakanlah persidangan-persidangan yang sangat melelahkan mulai
tahun 1956 sampai tahun 1959, dengan maksud menyusun undang-undang Dasar yang
bersifat tetap. Akan tetapi, sejarah mencatat bahwa usaha ini gagal
diselesaikan, sehingga pada tanggal 5 Juli 1959, PresidenSoekarno mengeluarkan
keputusannya yang dikenal dengan sebutan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Perubahan
dari Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 ke Undang-Undang Dasar 1945 ini
tidak ubahnya bagaikan tindakan penggantian Undang-Undang Dasar juga. Karena
itu, sampai dengan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945 itu, dalam
sejarah ketatanegaraan Indonesia modern belum pernah terjadi perubahan dalam
arti pembaruan Undang-Undang Dasar, melainkan baru perubahan dalam arti
pembentukan, penyusunan, dan penggantian Undang-Undang Dasar.
1. Membubarkan Konstituante;
2. Mencabut berlakunya UUDS 1950 dan
memberlakukan kembali UUD 1945;
3. (Janji) pembentukan MPRS dan DPAS.
Sejak saat itulah UUD 1945 yang ditetapkan
pada 18 Agustus 1945 diberlakukan kembali melalui Dekrit Presiden.
Boedisoesetya melihat bahwa pemberlakuan UUD 1945 dengan Dekrit Presiden itu
sah secara prosedur konstitusi karena telah disetujui oleh dua lembaga pemegang
kedaulatan rakyat yakni pemerintah (Kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri)
dan DPR.
REFERENSI :
- Asshiddiqie,Jimly. Pengantar Ilmu Hukum
Tata Negara Jilid I,Jakarta : Konstitusi Press, 2006.
- Asshiddiqie,Jimly.Konstitusi
&Konstitualisme Indonesia,Jakarta : Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006.
- MD,Moh. Mahfud, Konstitusi dan Hukum dalam
Kontroversi isu. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.2010.
- Mahendra,YusrilIhza.Dinamika Tatanegara
Indonesia,Jakarta : Gema Insani Press, 1996.
- Manan,Bagir.Pertumbuhan dan perkembangan
konstitusi suatu negara,Bandung : Penerbit Mandar Maju.1995
- A. Ubaedillah dan Abdul Razak. Demokrasi,
Hak asasi Manusia, dan Masyarakat madani,Jakarta : ICCE UIN Syarif
Hidayat,2000.
- Thaib, Dahlan, dkk.Teori dan hukum
konstitusi,Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.2008.
- Wheare,K.C. Konstitusi-konstitusi Modern,Surabaya
: Pustaka Eureka, 2003
- Huda,Ni’matul. Hukum Tata Negara Indonesia,Jakarta
: PT. Raja Grafindo Persada, 2006
- Hardjono,Legitimasi Perubahan Konstitusi,Yogyakarta
: Pustaka Pelajar. 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar