Kebanyakan masyarakat kita mengetahui waktu imsak
adalah sebagai batas akhir bagi kita untuk tidak di perbolehkannya melakukan
aktivitas makan, minum, bersenggama dan hal-hal lain yang dapat membatalkan
puasa. Namun benarkah pemahaman semacam ini?
Waktu imsak adalah waktu tertentu sebagai batas
akhir makan sahur bagi orang yang akan melakukan puasa pada siang harinya.
Waktu imsak ini sebenarnya merupakan
langkah kehati-hatian agar orang yang melakukan puasa tidak melampaui
batas waktu mulainya yakni fajar.
Waktu imsak menurut bahasa berarti menahan. Puasa
menurut bahasa berarti “al-imsak” karena
pelakunya diwajibkan menahan diri dari makan, minum, melakukan senggama dan
hal-hal lain yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Sedangkan ada pendapat lain yang mengatakan waktu imsak
adalah waktu tertentu sebelum subuh, saat seseorang bersiap-siap mulai
berpuasa.
Banyak terdapat segolongan kaum muslimin khususnya
dari masyarakat kita yang menghentikan aktivitas makan, minum, dan bersenggama atau hal lain yang dapat membatalkan puasa pada saat sahur di bulan ramadhan dengan teriakan
“al-imsak” pada pagi hari sebelum waktu subuh tiba.
Meneriakkan
al imsak ataupun membunyikan sirine
atau bunyi-bunyian lain sebagai tanda berakhirnya aktivitas makan dan minum
dianggap bid’ah karena sunnah mengajarkan bahwa berhentinya makan minun untuk
puasa ditandai dengan adzan subuh, bukan dengan teriakan al imsak atau bunyi-bunyian lain yang mengisyaratkan harus
menghentikan kegiatan makan dan minum.
Namun
demikian, jika perbuatan tersebut dimaknai sebagai lampu kuning bagi menjelang
berakhirnya waktu subuh, maka hukumnya boleh dilakukan karena membantu kaum
muslimin menjaga waktunya.
B.
Waktu Imsak dalam Perspektif Fiqh
Waktu imsak adalah waktu sebelum
subuh. Dan hal ini adalah waktu yang digunakan oleh kaum muslimin untuk
bersiap-siap sebelum melaksanakan ibadah puasa. Namun, sebetulnya puasa dimulai
sejak terbit fajar shodiq sebagaimana dimulainya waktu sholat shubuh. Oleh
karena itu puasa yang dimulai sejak waktu imsak, adalah merupakan ikhtiyat
(hati-hati). Hal ini sesuai dengan hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim dari sahabat Anas tentang imsak.
Dari Anas dari Zaid bin Tsabit, ia berkata:
تسحرنامع رسول الله صلى لله عليه وسلم ثم قمنا إ لى
الصلاۃ ,قلت :كم كا ن قد رما بينهما ?قال خمسين ايۃ (رواه البخارى رومسلم)
Artinya: “kami makan sahur bersama Rasulullah saw., lalu kami berdiri untuk
melakukan shalat. Saya tanyakan: “berapa kira-kira jarak antara keduanya?”.
Ujar Nabi: “lima puluh ayat”(HR. Bukhari muslim).
Dari hadist diatas, maka dapat
diketahui bahwa sebagai dasarnya bahwa Anas bin Zaid bin Tsabit, ia berkata
“Kami makan sahur bersama Nabi Muhammad saw kemudian kami melakukan shalat
shubuh dua rakaat “saya berkata : berapa
lama ukuran antara sahur dan shubuh”? Nabi bersabda :”Seukuran membaca 50 ayat
al-Qur’an!” Maka berdasarkan riwayat
diatas untuk waktu imsak adalah jarak lima puluh ayat dari waktu sebelum
terjadinya adzan subuh. Maka berdasarkan riwayat diatas untuk waktu imsak
adalah jarak lima puluh ayat dari waktu sebelum terjadinya adzan subuh. Para
ulama’ berbeda pendapat mengaenai pembacaan lima puluh ayat tersebut.
Dalam kitab Nailul Author disebutkan bahwa waktu yang
dibutuhkan untuk membaca lima puluh ayat al Qur’an seukuran melakukan wudlu,
dan dalam kitab al-Muhtasar al Muhadzab halaman
58 dijelaskan bahwa waktu imsak itu sekitar 12 menit sebelum waktu terbitnya
fajar. Dalam kitab al khulasatul Wafiyah yang
disusun oleh kyai Zubeir Umar al-Jilani, pada
halaman 99 disebutkan bahwa imsak seukuran membaca 50 ayat yang pertengahan
secara tartil, yaitu sekitar 7 atau 8 menit. Menurut Tafsir al-Manar juz 2 halaman 185 disebutkan
bahwa jarak waktu sahur dengan waktu sholat shubuh (fajar) sekitar lima menit
sebelum shubuh.
Pendapat ulama’ lain mengenai waktu imsak :
2.
H. Sa’adoeddin Djambek
Waktu imsak adalah sepuluh
menit sebelum shubuh, yakni waktu imsak
merupakan waktu shubuh WIB – sepuluh menit. Pendapat yang terakhir ini yang banyak digunakan pada penyusunan jadwal imsakiyah.
1. AWAL dan
AKHIR WAKTU IMSAK
Dalam puasa kita juga mengenal istilah fajar, yaitu
fajar kadzib dan fajar shodiq. Fajar kadzib (fajar dusta) adalah bayangan
cahaya di ufuk timur, sebagai tanda akan berakhirnya malam, tetapi belum
terlalu terang dan belum memancarkan rona kemerah-merahan. Sedangkan fajar
shodiq (fajar yang benar) adalah pancaran cahaya matahari yang menampakkan rona
kemerah-merahan. Ketika itu waktu shubuh masuk dan puasa harus dimulai. Fajar shodiq berakhir dengan terbitnya
matahari.
Para ulama’ berbeda pendapat mengenai hal ini.
Menurut jumhur ulama’, batasnya
adalah munculnya fajar kedua yang bergaris putih berdasarkan ketetapan dari
Rasulullah saw. Dan firman Allah:
وَكُلُوا
وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ
الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Makan dan minumlah hingga tampak jelas untukmu
benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (Q.s. Al-Baqarah:187) .
Segolongan ulama berpendapat nyleneh bahwa batasannya
adalah fajar merah yang muncul sesudah fajar putih bersamaan tampaknya dengan
mega merah. Ini diriwayatkan oleh Hudzaifah dan Ibnu Mas’ud. Sebab perbedaan
itu adalah hadist-hdist yang berbeda dan istilah fajar, yang biasa diartikan
fajar Putih dan fajar merah.
Hadist- hadist yang dijadikan dasar tersebut adalah:
1.
Hadist
Zurr dari Hudzaifah, dia berkata: “saya
makan sahur bersama Nabi saw. Kalau saya mau mengatakan’ saat itu sudah
siang,hanya saja matahari tidak muncul”(HR. Ibnu majah dan Nasai).
2.
Abu dawud
meriwayatkan hadist dari Qais bin Thalq dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw.
Bersabda: “makan dan minumlah dan
janganlah kamu menjadi bimbang karena cahaya yang memancar ke atas. Makanlah
dan minumlah sehingga tampak olehmu cahaya merah.”(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Abu dawud mengatakan bahwa hadist
tersebut hanya dianut oleh penduduk Yamamah dan termasuk langka karena nash al-Qur’an jelas : ”Sehingga tampak olehmu benang (garis) putih....
Mereka yang berpendapat batasnya adalah fajar
putih yang bergaris, yaitu jumhur dan yang mu’tamad. Menurut sebagian ulama’, batasnya
adalah sejak terbit fajar itu sendiri. Menurut sebagian yang lain, batasnya
adalah sejak fajar itu tampak bagi orang yang melihat. Bagi orang yang tak
melihat fajar, walaupun sebenarnya sudah terbit fajar, boleh makan hingga dia
melihat fajar.
Menurut Malik sesuai dengan pendapat jumhur, batasnya
adalah eksistensi terbitnya fajar, bukan tampaknya fajar, bahkan sebagian
ulama’ membatasi sebelum terbitnya fajar.
فكلوا واشربوا حتى تسمعوا أذان
ابن أم مكتوم ، فإنه لا يؤذن حتى يطلع الفجر
“Makan dan minumlah hingga mendengar Ibnu Ummi Maktum berazan. Sesungguhnya dia
tidaklah menyeru azan hingga fajar terbit.” (HR.
Bukhari dan Ibnu Majah)
Mereka yang menentukan batas sebelum terbit fajar hanya
sebagai tindakan hati-hati dan menghilangkan keraguan. Yang pertama (Malik dan
jumhur) lebih tepat dan yang kedua (sebelum terbit fajar) lebih hati-hati. Wallahu
a’lam.
2. HUKUM WAKTU IMSAK
Puasa dimulai sejak terlihatnya fajar shadiq yang
menyingsing dari utara ke selatan, dan cahayanya bertambah terang dan tidak
semakin redup. Saat fajar menyingsing, orang tidak boleh makan dan minum. Jadi
tradisi masyarakat modern yang melarang makan dan minum sepuluh menit atau
lebih sebelum sebelum fajar tiba adalah bid’ah, sebagaimana difatwakan oleh
Ibnu Baz dan Al-Utsaimin.
Menurut Syekh Shalih Al-Munajjid, pada waktu imsak
tersebut orang-orang mulai berpuasa dan menahan diri dari makan dan minum, perbuatan
semacam itu tidak benar, karena Allah ta’ala memperbolehkan orang yang
berpuasa untuk makan dan minum sampai jelas terbitnya fajar.
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengutarakan,
dalam Fathul Bari, 4:199, “Di antara bid’ah yang mungkar adalah amalan
yang dikarang-karang pada zaman ini, yaitu seseorang mengumandangkan azan kedua
sebelum fajar terbit, (azan tersebut dikumandangkan) pada sekitar sepertiga jam
(kurang lebih 20 menit sebelum fajar, saat Ramadhan. dan diiringi dengan
memadamkan lampu sebagai tanda dilarangnya makan dan minum bagi orang yang
hendak berpuasa, dengan anggapan orang yang melakukannya sebagai bentuk
kehati-hatian dalam beribadah.
Dengan demikian, amalan ini batil dan tergolong tindakan
melampau batas dalam agama Allah. Sungguh, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ
هَلَكَ
الْمُتَنَطِّعُونَ هَلَكَ
الْمُتَنَطِّعُونَ
“Celakalah orang-orang yang melampaui batas,
celakalah orang-orang yang melampaui batas, celakalah orang-orang yang
melampaui batas.”
Namun M. Quraish shihab mengatakan bahwa biasanya sirine atau bunyi-bunyian lainnya
dibunyikan pada waktu imsak, yakni beberapa menit sebelum tibanya waktu fajar
boleh makan sampai beberapa detik sebelum fajar, akan tatapi lebih baik
mengindahkan waktu imsak.
Namun jika waktu imsak dimaknai
sebagai lampu kuning bagi menjelang waktu subuh. Maka hukumnya boleh
dilakukan karena membantu kaum muslimin membantu menjaga waktunya.
Waktu imsak merupakan waktu ikhtiyat atau hati-hati. Ikhtiyat adalah suatu langkah pengaman dengan menambah atau
mengurangkan waktu.
Ikhtiyat ini
dilakukan sebagai langkah
kehati-hatian dengan cara mengurangkan atau menambahkan waktu agar tidak
mendahului awal waktu atau tidak melampaui batas akhir waktu tersebut.
C.
Waktu Imsak dalam Perspektif Sains
Sebagian besar orang sependapat bahwa waktu yang diperlukan untuk lima puluh ayat adalah
sekitar 8 menit, maka waktu imsak terjadi 8 menit sebelum waktu waktu subuh itu
tiba. Oleh karena 8 menit itu sama dengan 2º, maka tinggi matahari pada waktu
imsak (him) ditatapkan -22º dibawah ufuk timur atau (him)
= -22º. Dalam praktek perhitungan, waktu
imsak dapat pula dilakukan dengan dengan cara waktu subuh yang sudah diberikan
ikhtiyat dikurangi 10 menit.
Perhitungan Waktu Imsak
imsak = Shubuh WIB – 0j 10m
= pkl 03 : 49 – 0j 10m = pkl. 03 : 39 WIB.
Dari beberapa penjelasan diatas mengenai waktu imsak, maka dari penulis
dapat menyimpulkan bahwa imsak yang berarti menahan, yaitu waktu menahan dari
segala aktivitas yang membatalkan puasa. Waktu imsak sebenarnya adalah langkah
kehati-hatian. Jarak waktu imsak adalah seukuran lima puluh ayat. Waktu itu
diperkirakan 10 menit sebelum masuknya waktu shubuh. Waktu
imsak dimulai sejak fajar yang kedua muncul yaitu fajar shadiq.
Waktu imsak bukan awal waktu Subuh, artinya, seseorang masih boleh makan /
minum pada waktu imsak sebelum tiba waktu shalat Subuh.
REFERENSI :
- Muhyiddin khazin,Ilmu Falak dalam Teori dan Praktek,(Yogyakarta:Buana Pustaka,2008)
- Irfan supandi,M.Ag,Ensiklopedi Puasa,Surakarta:Invida Media
kreasi,2008.
- Susiknan Azhari,Ensiklopedi
Hisab Rukyat,Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2008
- Susiknan Azhari,Ensiklopedi
Hisab Rukyat,Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2005
- Sayyid Sabiq,Fikih Sunnah,Bandung:PT
Al-Ma’arif,1988
- Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis,Semarang:komala
grafika,2006
- Al-Qur’an terjemah.1997.
- Al faqih Abul Wahid Muhammad,Bidayatul
Mujtahid,Jakarta:Dar Al Jiil,Beirut,2007.
- ‘Adil Sa’di,Fiqhu Nisa, Shiyam-Zakat-Haji, Jakarta:Dar
Adz-Dzahabiya,2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar