Rabu, 07 Januari 2015

PENENTUAN AWAL BULAN OLEH AN-NADZIR



Seperti yang telah kita ketahui di Indonesia adalah negara yang tidak bisa dipisahkan dengan adanya perbedaan. Di Indonesia terkenal dengan berbagai perbedaan, mulai dari suku, bahasa, tradisi, kebudayaan, maupun agama. Namun dengan adanya perbedaan ini bukan berarti Indonesia akan berpecah belah, namun perbedaan  itulah yang akan mewarnai keberagaman di bumi di Indonesia.

Bicara mengenai agama, setidaknya di Indonesia ada enam agama yang diakui di negara Indonesia. Dari  itu salah satunya adalah Islam. Agama yang mendominasi di negara Indonesia. Di dalam Islam pun juga terdapat banyak perbedaan. Mulai dari menjalankan syariahnya ataupun perbedaan dalam memahaminya. Sering kali terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan beberapa hal. Namun hal ini bukanlah permasalahan yang nantinya akan memecah Islam, karena dari perbedaan inilah kita akan belajar dan senantiasa untuk terus mempelajari Islam.
 Pada dasarnya sejarah pemikiran Islam ini ditandai dengan munculnya berbagi aliran yang mewarnai Islam di Indonesia. Seperti yang telah kita ketahui terdapat dua ormas atau aliran besar di Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah yang sering kali ramai pada saat menjelang awal bulan-bulan tertentu, seperti pada bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah. Selain dari beberapa aliran (madzhab) besar di Indonesia, terdapat pula banyak aliran-aliran kecil yang berkembang.
Salah satu golongan tersebut terdapat di suatu daerah kecil. Di sebalah wilayah timur, tepatnya di pinggiran danau Mawang Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, yaitu yang bernama An Nadzir. Yang baru baru ini mulai ramai diperbincangkan dan beberapa bulan lalu ramai dibicarakan dalam berita, baik dari media cetak maupun media elektronik. Penampilan sekelompok jamaah Islam ini sangat terlihat khas. Kaum pria Jamaah An-Nadzir identik dengan penampilan rambut panjang yang dicat pirang. Sedangkan jamaah perempuannya identik dengan jilbab panjang dilengkapi cadar berwarna hitam.
Jamaah An Nadzir memang terlihat memiliki kekhasan tersendiri. Mulai dari segi berpakaian maupun dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Namun dalam interpretasi yang mereka kemukakan pun sesuai dengan dalil yang berdasar pada Al Qur’an dan Al Hadist sehingga mungkin membuat sebagian masyarakat Islam menjadi gusar dengan ke khasan yang dimiliki oleh An Nadzir ini. Namun tidak sedikit juga masyarakat yang menganggap jamaah Islam ini sebagi aliran yang sesat dan menyesatkan.
Terlebih perbedaan mencolok mereka juga terjadi pada penentuan dalam bulan-bulan Qamariyah. Khususnya seperti pada bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah. Yang merupakan bulan-bulan penting dalam tahun Qamariyah.

 A.    Sekilas Mengenai Jamaah An Nadzir
Munculnya Islam pertama di Sulawesi Selatan yang ditandai dengan tersebarnya agama Islam di empat daerah. Dan bisa dibilang yang paling gencar adalah di daerah Gowa. Dari hal ini mulailah pengajaran-pengajaran Islam di wilayah tersebut. Islam disini pun mulai berkembang dengan berbagai pemikiran- pemikiran mengenai Islam.
1.      Munculnya ajaran jamaah An Nadzir
Ajaran jamaah An Nadzir masuk ke kabupaten Gowa melalui Syekh Muhammad Al Mahdi Abdullah atau Kyai Syamsul Madjid, imam kaum An Nadzir pada tahun 1998. Jamaah ini berbeda dengan jamaah lainnya. Mereka mengenakan jubah dan sorban berwarna hitam yang dipadukan dengan ikatan kepala berwarna putih, rambut pirang kekuning-kuningan dengan panjang rambut sebatas bahu, mengenakan jubah hitam serta memakai cadar bagi kaum wanitanya.
Menurut keterangan dari pihak birokrasi Kelurahan Romang Lompoa dimana Jama’ah Annazir berada bahwa awalnya Jama’ah Annazir berada di daerah Palopo Sulawesi Selatan, kemudian pada tahun 1998 mereka mendapat penolakan dari pemerintah Palopo tersebut, hingga pada tahun 1998 mereka hijrah ke daerah kelurahan Romang Lompoa, Bonto marannu, Gowa, Sulawesi Selatan.
Jamaah An Nadzir ini sebenarnya sudah ada sejak lama yaitu tepatnya ketika Allah menurunkan Kamahar Muzakar di muka bumi ini. Akan tetapi masyarakat mulai meyakini adanya ajaran ini yaitu sejak tahun 1998 nan. Dan secara resmi didirikan di Jakarta pada 8 Februari 2003 dengan Akta Notaris Hariana Wahab Yusuf S.H. dengan alamat pertama di jalan Bogenvile no.2-16 kompleks nyiur melambai Jakarta Utara. Yayasan ini berbadan hukum mengarah kepada Undang Undang nomor 16 tahun 2001 dengan AD dan ART sesuai dengan Akta Notaris No. 11 tanggal 8 Februari 2003. Begitu hasil wawancara Hesti Yovesta Ardi terhadap Abah Rangkah (Panglima Jama’ah Annazir di Makassar).
2.      Kehidupan para jamaah An Nadzir
Jamaah kelompok ini mudah dikenali dari penampilannya seperti berambut pirang dengan panjang rambut sebatas bahu, menggunakan sorban, mengenakan jubah hitam, sedangkan penduduk sekitar hanya mengenakan baju koko dan jubah berwarna putih. Demikian pula jemaah wanita An-Nadzir, sebagian diantara mereka, ada yang mengenakan cadar dan jubah sedangkan yang lainnya, terlihat hanya mengenakan mukenah seperti yang dipakai orang-orang muslim pada umumnya. Sekilas perilaku mereka memang unik, termasuk gaya berbusana. Tapi, jamaahnya menolak dikatakan ikut aliran atau komunitas eksklusif. Seperti umat muslim yang lain, mereka mengaku sangat konsisten dalam menjalankan Alquran dan Al Hadist.

B.     Pandangan An Nadzir mengenai beberapa Syariat dalam agama Islam.
An Nadzir pun memiliki tata cara beribadah tersendiri. Dalam memahami konteks isi dari Al Qur’an dan Al Hadist. Hal ini pun terlihat cukup mencolok dari kebanyakan umat Islam di Indonesia. Sehingga beberapa kalangan masyarakat menganggap hal ini sebagai sebuah kesesatan.
Di dalam buku Ensiklopedia Hisab Rukyat karangan Dr. Susiknan Azhari, MA menyatakan An Nadzir adalah  pengamat. Dalam hal ini bisa diterangkan lebih lanjut bahwa pengamat berarti mengamati terhadap suatu hal. Maka terkait dengan hal ini terdapat objek yang akan diamati. Ada pula nama An Nadzir menurut ustad Lukman selaku penanggung jawab jamaah An Nadzir berarti pemberi peringatan. Peringatan bagi orang-orang An Nadzir sendiri agar mereka takut dan malu kepada Allah SWT. Sebagai wujud ketakutan itu, dengan menegakkan hukum Allah SWT dan sunnah Rasul. Sehingga kaum An Nadzir akan merasa malu jika melakukan perbuatan yang menentang Allah dan Rasul-Nya.”sebab Allah SWT selalu ada dimanapun kami berada,”katanya.

   Metode yang digunakan para Jamaah An Nadzir dalam penentuan waktu Sholat.
Mengenai penentuan waktu sholat ini, ustad Lukman mengatakan Jamaah An Nadzir berpedoman pada tata cara Rasul dengan melihat bayangan benda seperti diriwayatkan ketika Rasul tengah diajarkan oleh malaikat Jibril. Satu bayangan benda untuk satu waktu dzuhur (4 rakaat), maghrib ketika mega-mega di utara selatan dan timur sudah turun dan yang tersisa kemerahan di ufuk barat. Ketika ada garis putih melintang Nabi diajarkan sholat Isya’ atau dua pertiga malam dan subuh ketika fajar siddiq muncul. Karena dhuhur dilakukan di waktu akhir dan asar di awal, maghrib diawal dan isya’ diakhir, maka Jamaaah An Nadzir sholat pada sekitar pukul 16.00 WITA. Sementara ashar di awal waktu sekitar pukul 16.30 WITA, dan maghrib pukul 19.00 WITA dan isya’ pukul 03.00 WITA dan selambatnya pukul 04.00 WITA. Hal ini dipertegaskan oleh mereka dalam surat Hud ayat 114 yang berbunyi:
وَأَقِمِ الصَّلاَةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفاً مِّنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّـيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
Dan dirikanlah sembahyang (wahai Muhammad, engkau dan umatmu), pada dua bahagian siang (pagi dan petang), dan pada waktu-waktu yang berhampiran dengannya dari waktu malam. Sesungguhnya amal-amal kebajikan (terutama sembahyang) itu menghapuskan kejahatan. Perintah-perintah Allah yang demikian adalah menjadi peringatan bagi orang-orang yang mahu beringat.
Berdasarkan ayat-ayat di atas mereka melakukan sholat pada waktu-waktu yang sudah tertera dalam nash tersebut. Mereka memahami ayat tersebut sesuai dengan yang mereka pahami.

C.      Metode yang digunakan para jamaah An Nadzir dalam penentuan awal bulan Qomariyah.
Dalam penentuan awal-awal bulan Qomariyah di Indonesia memang tidak bisa dilepaskan dari berbagai perbedaan, yang dikarenakan banyak berbagai aliran Islam di wilayah Indonesia. Berbeda pula dalam memahami suatu ayat maupun hadist. Hal ini sudah menjadi hal yang lumrah dan wajar. Memang sering diperdebatkan dikalangan para pemuka agama maupun di masyarakat Indonesia. Dalam menyikapi hal ini kita yang berada dalam naungan pemerintah, setidaknya pemerintah pun mempunyai cara tersendiri dalam menentukan awal-awal bulan Qomariyah yaitu dengan cara Imkanur Rukyah, yaitu penggunaan metode hisab dan rukyat.
Dalam penentuan awal bulan ini memang kerap terjadi perbedaan setiap tahunnya. Kendati masalah tersebut merupakan masalah klasik yang tidak habis diperbincangkan. Di zaman Rasullulah sendiri, perbedaan itu tidak terjadi karena pada masa Rasullulah hanya menggunakan metode rukyah (melihat) anak bulan (hilal), sehingga siapa saja yang melihat hilal tersebut kemudian dia bersaksi di hadapan Rasullulah dan diterima persaksiannya maka umat Islam saat itu mulai melaksanakan puasa atau berhari raya.
Dalam Hadistnya Rasullulah bersabda :
صُوْ مُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَاَفْتِروا لِرُؤْيَتِهِ , فَاِ نْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَاَ كْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَ ثِيْن
Artinya:”Berpuasalah karena melihat (hilal) dan berbukalah (berhari raya) karena melihatnya. Adapun jika ia tertutupi awan/mendung maka sempurnakanlah hitungan Sya’ban menjadi 30 hari.”(HR. Bukhari dalam sahihnya no.1909)
Seperti yang telah kita ketahui bahwa di Indonesia terdapat banyak aliran, maka hal ini pun yang menyebabkan penentuan pada awal bulan Qamariyah yang berbeda. Penggunaan metode yang diterapkan pada setiap aliran pun berbeda. An Nadzir juga memiliki cara tersendiri untuk menentukan awal bulan pada bulan Qomariyah. Mereka memang berbeda dari kebanyakan umat Islam di Indonesia.

1.      Metode Hisab An-Nadzir
Metode Hisab Jamaah An Nadzir ini mempunyai model perhitungan yang berbeda dengan hisab Ephimeris maupun Hisab haqiqi yang kita kenal selama ini, mereka mempunyai satu angka pedoman untuk memperhitungkan waktu tempuh perjalanan bulan setiap harinya. Angka pedoman tersebut adalah angka 54 dalam bentuk derajat dan menit. Bentuk derajat akan dihitung ketika bulan terbit di arah timur.
Mereka para jamaah An-Nadzir mengakui bahwa tidak ada perbedaan setiap harinya dalam terbit maupun terbenamnya bulan. Mereka anggap sama dalam setiap harinya. Padahal dalam proses perhitungan berdasarkan data-data astronomi yang dihasilkan dengan observasi oleh para pakar astronomi, peredaran bulan setiap hari memiliki selisih yang berbeda-beda. Namun An-Nadzir menggunakan angka tetap yaitu 54, tanpa melakukan adanya perubahan. Karena mereka sangat meyakini bahwa angka 54 ini adalah pengetahuan yang langsung didapat dari Allah SWT ke sang pembawa ajaran An-Nadzir yaitu Syeikh Syamsur Madjid.

2.      Metode Rukyah An Nadzir
Jamaah An Nadzir menggunakan tiga konsep metode dalam melakukan Rukyah. Yaitu merukyah  fase-fase bulan, merukyah dengan menggunakan kain hitam, dan merukyah dengan memperhatikan fenomena-fenomena alam.
Yang pertama, merukyah  fase-fase bulan. Cara ini seperti biasa yaitu memperhatikan keadaan bulan. Ada bulan panuh atau bulan purnama dan ada bulan mati, lalu bulan baru.
Yang kedua, merukyah dengan menggunakan kain hitam. Cara ini dilakukan oleh jamaah an Nadzir pada tanggal-tanggal yang menjelang akhir bulan, seperti pada tanggal 26,27, atau 28. Cara ini dilakukan dengan cara menerawang bulan dengan kain hitam. Yang menjadi pedoman bagi mereka adalah garis-garis yang terlihat pada kain itu sebagai umur bulan. Dengan ketentuan apabila benang terlihat 3 garis, maka bulan tersebut menunjukan umurnya tiga hari lagi.
Dan yang ketiga, adalah merukyah dengan fenomena alam. Yang biasanya dilakukan adalah dengan menggunakan pasang surut air laut. Memperhatikan petir, kilat, dll. Mereka mayakini bahwa datangnya petir atau kilat muncul biasanya terjadi pada awal bulan, maka mereka meyakini hal itu adalah tanda dimilainya awal bulan. Lalu yang paling fenomenal adalah dengan menggunakan pasang surut air laut. Dimana pasang laut tertinggi yang mereka jadikan pedoman untuk dimulainya awal bulan.
Gaya pasang surut akan maksimum bila resultant gaya gravitasi  antara bulan, bumi, dan matahari terletak pada suatu satu garis lurus, dan keadaan ini akan berlangsung saat bulan purnama dan bulan baru.
Naiknya permukaan air laut pada tanggal pertengahan suatu bulan disebut ” Pasang Purnama”, dan ini adalah pasang air laut yang tertinggi kedua dalam kurun waktu satu bulan. Sedangkan pasangnya air laut yang tertinggi adalah pasang air laut yang terjadi ketika terjadinya ijtima’ atau bulan baru. Gaya pasang surut akan minimum apabila gaya gravitasi antar bulan dan matahari membentuk sudut 90° yang mana posisi ini disebut bulan Kuartir, yang lebih kurang terjadi pada saat bulan berumur 7 hari dan 21 hari. Dan hal inilah yang dipedomani oleh Jama’ah An nadzir dalam menghitung awal bulan Qamariyah.
Mereka dalam menentukan awal bulan, baik Ramadhan ataupun Syawal adalah dengan memeperhatikan pasang surut air laut dalam setiap bulannya. Tentunya hal ini sangat berbeda sekali dengan kebanyakan umat Islam yang mengunakan hisab atau rukyat dalam menentukan waktu-waktu ibadah maupun dalam menetukan awal bulan Qomariyah.
Pasang surut air laut adalah suatu gejala fisik yang selalu berulang dengan periode tertentu. Bulan dan matahari keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang besarnya tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik tersebut. Bulan memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibanding matahari. Hal ini disebabkan karena walaupun masa bulan lebih kecil dari pada matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi. Gaya-gaya ini menyebabkan air laut, yang menyusun 71% permukaan bumi menggelembung pada sumbu yang menghadap ke bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada dibawah permukaan air yang menggelembung ini, yang menyebabkan kenaikan dan penurunan permukaan laut di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik gravitasi matahari juga memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di atas 24 jam (Priyana,1994)
Namun dari metode hisab maupun rukyah yang telah mereka lakukan, mereka lebih mengutamakan rukyah bil Qolbi. Mereka menggunakan konsep rukyat bil qolbi. Bil qolbi dipahami bahwa rukyat tidak harus dengan mata telanjang ataupun dengan menggunakan alat teknologi seperti teropong, jamaah An Nadzir lebih memahami bahwa rukyat itu adalah yakin dan memahami. Mereka senantiasa yakin dengan pemahaman mereka tentang kapan bulan akan terbit melawati batas fajar kadzib, hal ini mereka misalkan dengan keyakinan mereka tentang hari ini, sekarang, dan hari-hari selanjutnya. Rukyah dengan mata ini mereka yakini lebih bisa dipertanggung jawabkan dari pada rukyah dengan teknologi. Alat mereka anggap sebagai pembantu dan acuan alternatif dalam menentukan waktu dan sangat memungkinkan untuk terjadi kesalahan.
Dalam sebuah hadist Nabi Muhammad SAW dikatakan:
عن ابن عمر رضي الله عنهما عن النبي صم انه قال : انا امة امية لانكتب ولا تححسب الشهر
هكذا وهكذا, يعني مرة تسعة وعشرين, ومرة ثلاثين ( رواه البخاري )
Artinya:“Dari Umar ra, dari Rasulullah SAW. Bersabda. “kita adalah umat ummy tidak bisa menulis dan berhitung. Satu bulan adalah segini dan segini yakni maksud beliau satu bulan kadang 29 dan terkadang 30)”
Sesuai dengan yang mereka pahami dan asumsikan bahwa dahulu Nabi tidak mengunakan cara berhitung ataupun melihat hilal dengan menggunakan teknologi. Maka hal ini bagi mereka adalah cara yang tidak benar. Mereka lebih menggunakan cara-cara sesuai yang telah ada dan telah dilakukan oleh Nabi Muhammad saw.
Memang terjadi banyak perbedaan di kalangan mayarakat hal ini adalah wajar. Menurut Ahmad Maarif “perbedaan dalam Islam adalah Sunnatullah”. Banyak ayat ayat Al Qur’an menyeru kita untuk berpikir tentang pergantian siang dan malam, pergantian bulan dan matahari, sebagai tanda-tanda bagi orang yang berpikir dan isyarat untuk menghitung perjalanan bulan dan matahari. 
REFERENSI

- Yozevta, Hesti Ardi.Dinamika Penentuan Awal Bulan Qomariyah Menurut Jamaah An Nadzir.Skripsi.Progam Sarjana IAIN Walisongo:Semarang. 
http://thesaltasin.wordpress.com/2011/09/05/an-nazir-syiah-dan-kesesatannya-fatwa-mui/
- Azhari ,Susiknan.Ensiklopedi Hisab Rukyat.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.2008
- Zaidatun, Ani nikmah.An nadzir.Kumpulan makalah.Mahasiswa progam studi Konsentrasi  Ilmu Falak IAIN  Walisongo:Semarang
- Al-Qur’an Terjemah.1997
- Mussonif ,Ahmad.Ilmu Falak.Yogyakarta:Teras.2011
- Zubaidi,Imam Zainuddin Ahmad Abdul Latif. مختصر صحيح البخاري  , Beirut : Dar Al Kutub Al- Ulumiyah.Tt
- Azhari,Susiknan.Hisab dan Rukyat.Yogyakarta:pustaka pelajar.2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar