Seperti
yang telah kita ketahui di Indonesia adalah negara yang tidak bisa dipisahkan
dengan adanya perbedaan. Di Indonesia terkenal dengan berbagai perbedaan, mulai
dari suku, bahasa, tradisi, kebudayaan, maupun agama. Namun dengan adanya
perbedaan ini bukan berarti Indonesia akan berpecah belah, namun perbedaan itulah yang akan mewarnai keberagaman di bumi
di Indonesia.
Bicara
mengenai agama, setidaknya di Indonesia ada enam agama yang diakui di negara
Indonesia. Dari itu salah satunya adalah
Islam. Agama yang mendominasi di negara Indonesia. Di dalam Islam pun juga
terdapat banyak perbedaan. Mulai dari menjalankan syariahnya ataupun perbedaan
dalam memahaminya. Sering kali terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan
beberapa hal. Namun hal ini bukanlah permasalahan yang nantinya akan memecah
Islam, karena dari perbedaan inilah kita akan belajar dan senantiasa untuk
terus mempelajari Islam.
Pada dasarnya sejarah pemikiran Islam ini
ditandai dengan munculnya berbagi aliran yang mewarnai Islam di Indonesia.
Seperti yang telah kita ketahui terdapat dua ormas atau aliran besar di
Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah yang sering kali ramai pada saat menjelang
awal bulan-bulan tertentu, seperti pada bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah.
Selain dari beberapa aliran (madzhab) besar di Indonesia, terdapat pula banyak
aliran-aliran kecil yang berkembang.
Salah
satu golongan tersebut terdapat di suatu daerah kecil. Di sebalah wilayah
timur, tepatnya di pinggiran danau Mawang Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan,
yaitu yang bernama An Nadzir. Yang baru baru ini mulai ramai diperbincangkan
dan beberapa bulan lalu ramai dibicarakan dalam berita, baik dari media cetak maupun
media elektronik. Penampilan sekelompok jamaah Islam ini sangat terlihat khas.
Kaum pria Jamaah An-Nadzir identik dengan penampilan rambut panjang yang dicat
pirang. Sedangkan jamaah perempuannya identik dengan jilbab panjang dilengkapi
cadar berwarna hitam.
Jamaah
An Nadzir memang terlihat memiliki kekhasan tersendiri. Mulai dari segi
berpakaian maupun dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Namun dalam
interpretasi yang mereka kemukakan pun sesuai dengan dalil yang berdasar pada
Al Qur’an dan Al Hadist sehingga mungkin membuat sebagian masyarakat Islam
menjadi gusar dengan ke khasan yang dimiliki oleh An Nadzir ini. Namun tidak
sedikit juga masyarakat yang menganggap jamaah Islam ini sebagi aliran yang
sesat dan menyesatkan.
Terlebih
perbedaan mencolok mereka juga terjadi pada penentuan dalam bulan-bulan
Qamariyah. Khususnya seperti pada bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah. Yang
merupakan bulan-bulan penting dalam tahun Qamariyah.
A.
Sekilas Mengenai Jamaah An Nadzir
Munculnya
Islam pertama di Sulawesi Selatan yang ditandai dengan tersebarnya agama Islam
di empat daerah. Dan bisa dibilang yang paling gencar adalah di daerah Gowa.
Dari hal ini mulailah pengajaran-pengajaran Islam di wilayah tersebut. Islam
disini pun mulai berkembang dengan berbagai pemikiran- pemikiran mengenai
Islam.
1.
Munculnya ajaran jamaah An Nadzir
Ajaran
jamaah An Nadzir masuk ke kabupaten Gowa melalui Syekh Muhammad Al Mahdi
Abdullah atau Kyai Syamsul Madjid, imam kaum An Nadzir pada tahun 1998. Jamaah
ini berbeda dengan jamaah lainnya. Mereka mengenakan jubah dan sorban berwarna
hitam yang dipadukan dengan ikatan kepala berwarna putih, rambut pirang
kekuning-kuningan dengan panjang rambut sebatas bahu, mengenakan jubah hitam
serta memakai cadar bagi kaum wanitanya.
Menurut
keterangan dari pihak birokrasi Kelurahan Romang Lompoa dimana Jama’ah Annazir
berada bahwa awalnya Jama’ah Annazir berada di daerah Palopo Sulawesi Selatan,
kemudian pada tahun 1998 mereka mendapat penolakan dari pemerintah Palopo
tersebut, hingga pada tahun 1998 mereka hijrah ke daerah kelurahan Romang
Lompoa, Bonto marannu, Gowa, Sulawesi Selatan.
Jamaah
An Nadzir ini sebenarnya sudah ada sejak lama yaitu tepatnya ketika Allah
menurunkan Kamahar Muzakar di muka bumi ini. Akan tetapi masyarakat mulai
meyakini adanya ajaran ini yaitu sejak tahun 1998 nan. Dan secara resmi
didirikan di Jakarta pada 8 Februari 2003 dengan Akta Notaris Hariana Wahab
Yusuf S.H. dengan alamat pertama di jalan Bogenvile no.2-16 kompleks nyiur
melambai Jakarta Utara. Yayasan ini berbadan hukum mengarah kepada Undang
Undang nomor 16 tahun 2001 dengan AD dan ART sesuai dengan Akta Notaris No. 11
tanggal 8 Februari 2003. Begitu hasil wawancara Hesti Yovesta Ardi terhadap Abah Rangkah (Panglima Jama’ah
Annazir di Makassar).
2.
Kehidupan para jamaah An Nadzir
Jamaah kelompok ini mudah dikenali
dari penampilannya seperti berambut pirang dengan panjang rambut sebatas bahu,
menggunakan sorban, mengenakan jubah hitam, sedangkan penduduk sekitar hanya
mengenakan baju koko dan jubah berwarna putih. Demikian
pula jemaah wanita An-Nadzir, sebagian diantara mereka, ada yang mengenakan
cadar dan jubah sedangkan yang lainnya, terlihat hanya mengenakan mukenah
seperti yang dipakai orang-orang muslim pada umumnya. Sekilas
perilaku mereka memang unik, termasuk gaya berbusana. Tapi, jamaahnya menolak dikatakan
ikut aliran atau komunitas eksklusif. Seperti umat muslim yang lain, mereka
mengaku sangat konsisten dalam menjalankan Alquran dan Al Hadist.
B.
Pandangan An Nadzir mengenai beberapa Syariat dalam agama Islam.
An
Nadzir pun memiliki tata cara beribadah tersendiri. Dalam memahami konteks isi
dari Al Qur’an dan Al Hadist. Hal ini pun terlihat cukup mencolok dari
kebanyakan umat Islam di Indonesia. Sehingga beberapa kalangan masyarakat
menganggap hal ini sebagai sebuah kesesatan.
Di
dalam buku Ensiklopedia Hisab Rukyat karangan Dr. Susiknan Azhari, MA
menyatakan An Nadzir adalah pengamat. Dalam hal ini bisa diterangkan lebih lanjut bahwa pengamat berarti mengamati
terhadap suatu hal. Maka terkait dengan hal ini terdapat objek yang akan
diamati. Ada pula nama An Nadzir menurut ustad
Lukman selaku penanggung jawab jamaah An Nadzir berarti pemberi peringatan.
Peringatan bagi orang-orang An Nadzir sendiri agar mereka takut dan malu kepada
Allah SWT. Sebagai wujud ketakutan itu, dengan menegakkan hukum Allah SWT dan
sunnah Rasul. Sehingga kaum An Nadzir akan merasa malu jika melakukan perbuatan
yang menentang Allah dan Rasul-Nya.”sebab Allah SWT selalu ada dimanapun kami
berada,”katanya.
■ Metode yang
digunakan para Jamaah An Nadzir dalam penentuan waktu Sholat.
Mengenai penentuan waktu sholat ini, ustad
Lukman mengatakan Jamaah An Nadzir berpedoman pada tata cara Rasul dengan
melihat bayangan benda seperti diriwayatkan ketika Rasul tengah diajarkan oleh
malaikat Jibril. Satu bayangan benda untuk satu waktu dzuhur (4 rakaat),
maghrib ketika mega-mega di utara selatan dan timur sudah turun dan yang
tersisa kemerahan di ufuk barat. Ketika ada garis putih melintang Nabi
diajarkan sholat Isya’ atau dua pertiga malam dan subuh ketika fajar siddiq
muncul. Karena dhuhur dilakukan di waktu akhir dan asar di awal, maghrib diawal
dan isya’ diakhir, maka Jamaaah An Nadzir sholat pada sekitar pukul 16.00 WITA.
Sementara ashar di awal waktu sekitar pukul 16.30 WITA, dan maghrib pukul 19.00
WITA dan isya’ pukul 03.00 WITA dan selambatnya pukul 04.00 WITA. Hal ini dipertegaskan oleh mereka dalam surat Hud ayat 114 yang berbunyi:
وَأَقِمِ الصَّلاَةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفاً مِّنَ اللَّيْلِ
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّـيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
“Dan dirikanlah sembahyang (wahai Muhammad,
engkau dan umatmu), pada dua bahagian siang (pagi dan petang), dan pada
waktu-waktu yang berhampiran dengannya dari waktu malam. Sesungguhnya
amal-amal kebajikan (terutama sembahyang) itu menghapuskan kejahatan.
Perintah-perintah Allah yang demikian adalah menjadi peringatan bagi
orang-orang yang mahu beringat.”
Berdasarkan ayat-ayat di atas mereka melakukan
sholat pada waktu-waktu yang sudah tertera dalam nash tersebut. Mereka memahami
ayat tersebut sesuai dengan yang mereka pahami.
C.
Metode yang digunakan para jamaah An Nadzir
dalam penentuan awal bulan Qomariyah.
Dalam penentuan awal-awal bulan Qomariyah di
Indonesia memang tidak bisa dilepaskan dari berbagai perbedaan, yang
dikarenakan banyak berbagai aliran Islam di wilayah Indonesia. Berbeda pula
dalam memahami suatu ayat maupun hadist. Hal ini sudah menjadi hal yang lumrah
dan wajar. Memang sering diperdebatkan dikalangan para pemuka agama maupun di
masyarakat Indonesia. Dalam menyikapi hal ini kita yang berada dalam naungan
pemerintah, setidaknya pemerintah pun mempunyai cara tersendiri dalam
menentukan awal-awal bulan Qomariyah yaitu dengan cara Imkanur Rukyah, yaitu
penggunaan metode hisab dan rukyat.
Dalam penentuan awal bulan ini memang kerap terjadi
perbedaan setiap tahunnya. Kendati masalah tersebut merupakan masalah klasik
yang tidak habis diperbincangkan. Di zaman Rasullulah sendiri, perbedaan itu
tidak terjadi karena pada masa Rasullulah hanya menggunakan metode rukyah
(melihat) anak bulan (hilal), sehingga siapa saja yang melihat hilal tersebut
kemudian dia bersaksi di hadapan Rasullulah dan diterima persaksiannya maka
umat Islam saat itu mulai melaksanakan puasa atau berhari raya.
Dalam
Hadistnya Rasullulah bersabda :
صُوْ مُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَاَفْتِروا لِرُؤْيَتِهِ ,
فَاِ نْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَاَ كْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلاَ ثِيْن
Artinya:”Berpuasalah karena melihat (hilal) dan
berbukalah (berhari raya) karena melihatnya. Adapun jika ia tertutupi
awan/mendung maka sempurnakanlah hitungan Sya’ban menjadi 30 hari.”(HR.
Bukhari dalam sahihnya no.1909)
Seperti yang telah kita ketahui bahwa di Indonesia
terdapat banyak aliran, maka hal ini pun yang menyebabkan penentuan pada awal
bulan Qamariyah yang berbeda. Penggunaan metode yang diterapkan pada setiap
aliran pun berbeda. An Nadzir juga memiliki cara tersendiri untuk menentukan
awal bulan pada bulan Qomariyah. Mereka memang berbeda dari kebanyakan umat
Islam di Indonesia.
1.
Metode Hisab An-Nadzir
Metode Hisab Jamaah An Nadzir ini mempunyai model
perhitungan yang berbeda dengan hisab Ephimeris maupun Hisab haqiqi yang kita
kenal selama ini, mereka mempunyai satu angka pedoman untuk memperhitungkan
waktu tempuh perjalanan bulan setiap harinya. Angka pedoman tersebut adalah
angka 54 dalam bentuk derajat dan menit. Bentuk derajat akan dihitung ketika
bulan terbit di arah timur.
Mereka para jamaah An-Nadzir mengakui bahwa tidak
ada perbedaan setiap harinya dalam terbit maupun terbenamnya bulan. Mereka
anggap sama dalam setiap harinya. Padahal dalam proses perhitungan berdasarkan
data-data astronomi yang dihasilkan dengan observasi oleh para pakar astronomi,
peredaran bulan setiap hari memiliki selisih yang berbeda-beda. Namun An-Nadzir
menggunakan angka tetap yaitu 54, tanpa melakukan adanya perubahan. Karena
mereka sangat meyakini bahwa angka 54 ini adalah pengetahuan yang langsung
didapat dari Allah SWT ke sang pembawa ajaran An-Nadzir yaitu Syeikh Syamsur
Madjid.
2. Metode Rukyah An Nadzir
Jamaah An Nadzir menggunakan tiga konsep metode
dalam melakukan Rukyah. Yaitu merukyah fase-fase bulan, merukyah dengan menggunakan
kain hitam, dan merukyah dengan memperhatikan fenomena-fenomena alam.
Yang pertama, merukyah fase-fase bulan. Cara ini seperti biasa yaitu
memperhatikan keadaan bulan. Ada bulan panuh atau bulan purnama dan ada bulan
mati, lalu bulan baru.
Yang kedua, merukyah dengan menggunakan kain
hitam. Cara ini dilakukan oleh jamaah an Nadzir pada tanggal-tanggal yang
menjelang akhir bulan, seperti pada tanggal 26,27, atau 28. Cara ini dilakukan
dengan cara menerawang bulan dengan kain hitam. Yang menjadi pedoman bagi
mereka adalah garis-garis yang terlihat pada kain itu sebagai umur bulan.
Dengan ketentuan apabila benang terlihat 3 garis, maka bulan tersebut
menunjukan umurnya tiga hari lagi.
Dan yang ketiga, adalah merukyah dengan
fenomena alam. Yang biasanya dilakukan adalah dengan menggunakan pasang surut
air laut. Memperhatikan petir, kilat, dll. Mereka mayakini bahwa datangnya
petir atau kilat muncul biasanya terjadi pada awal bulan, maka mereka meyakini
hal itu adalah tanda dimilainya awal bulan. Lalu yang paling fenomenal adalah
dengan menggunakan pasang surut air laut. Dimana pasang laut tertinggi yang
mereka jadikan pedoman untuk dimulainya awal bulan.
Gaya
pasang surut akan maksimum bila resultant gaya gravitasi antara bulan, bumi, dan matahari terletak
pada suatu satu garis lurus, dan keadaan ini akan berlangsung saat bulan
purnama dan bulan baru.
Naiknya permukaan air laut pada tanggal
pertengahan suatu bulan disebut ” Pasang Purnama”, dan ini adalah pasang air
laut yang tertinggi kedua dalam kurun waktu satu bulan. Sedangkan pasangnya air
laut yang tertinggi adalah pasang air laut yang terjadi ketika terjadinya ijtima’
atau bulan baru. Gaya pasang surut akan minimum apabila gaya gravitasi antar
bulan dan matahari membentuk sudut 90° yang mana posisi ini disebut bulan
Kuartir, yang lebih kurang terjadi pada saat bulan berumur 7 hari dan 21 hari.
Dan hal inilah yang dipedomani oleh Jama’ah An nadzir dalam menghitung awal
bulan Qamariyah.
Mereka dalam menentukan awal bulan, baik Ramadhan
ataupun Syawal adalah dengan memeperhatikan pasang surut air laut dalam setiap
bulannya. Tentunya hal ini sangat berbeda sekali dengan kebanyakan umat Islam
yang mengunakan hisab atau rukyat dalam menentukan waktu-waktu ibadah maupun
dalam menetukan awal bulan Qomariyah.
Pasang surut air laut adalah suatu gejala fisik
yang selalu berulang dengan periode tertentu. Bulan
dan matahari keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang
besarnya tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik
tersebut. Bulan memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibanding
matahari. Hal ini disebabkan karena walaupun masa bulan lebih kecil dari pada
matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi. Gaya-gaya ini menyebabkan air
laut, yang menyusun 71% permukaan bumi menggelembung pada sumbu yang menghadap
ke bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada dibawah permukaan
air yang menggelembung ini, yang menyebabkan kenaikan dan penurunan permukaan
laut di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik gravitasi matahari juga
memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah daerah
pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di
atas 24 jam (Priyana,1994)
Namun dari metode hisab maupun rukyah yang
telah mereka lakukan, mereka lebih mengutamakan rukyah bil Qolbi. Mereka
menggunakan konsep rukyat bil qolbi. Bil qolbi dipahami bahwa rukyat
tidak harus dengan mata telanjang ataupun dengan menggunakan alat teknologi
seperti teropong, jamaah An Nadzir lebih memahami bahwa rukyat itu adalah yakin
dan memahami. Mereka senantiasa yakin dengan pemahaman mereka tentang kapan bulan
akan terbit melawati batas fajar kadzib, hal ini mereka misalkan dengan keyakinan
mereka tentang hari ini, sekarang, dan hari-hari selanjutnya.
Rukyah dengan mata ini mereka yakini lebih bisa dipertanggung jawabkan dari
pada rukyah dengan teknologi. Alat mereka anggap sebagai pembantu dan acuan
alternatif dalam menentukan waktu dan sangat memungkinkan untuk terjadi kesalahan.
Dalam sebuah hadist Nabi Muhammad SAW dikatakan:
عن ابن عمر رضي الله عنهما عن النبي صم انه قال : انا امة امية لانكتب
ولا تححسب الشهر
هكذا وهكذا, يعني مرة تسعة وعشرين, ومرة ثلاثين ( رواه البخاري )
Artinya:“Dari
Umar ra, dari Rasulullah SAW. Bersabda. “kita adalah umat ummy tidak bisa
menulis dan berhitung. Satu bulan adalah segini dan segini yakni maksud beliau
satu bulan kadang 29 dan terkadang 30)”
Sesuai
dengan yang mereka pahami dan asumsikan bahwa dahulu Nabi tidak mengunakan cara
berhitung ataupun melihat hilal dengan menggunakan teknologi. Maka hal ini bagi
mereka adalah cara yang tidak benar. Mereka lebih menggunakan cara-cara sesuai
yang telah ada dan telah dilakukan oleh Nabi Muhammad saw.
Memang
terjadi banyak perbedaan di kalangan mayarakat hal ini adalah wajar. Menurut
Ahmad Maarif “perbedaan dalam Islam adalah Sunnatullah”. Banyak ayat ayat Al
Qur’an menyeru kita untuk berpikir tentang pergantian siang dan malam,
pergantian bulan dan matahari, sebagai tanda-tanda bagi orang yang berpikir dan
isyarat untuk menghitung perjalanan bulan dan matahari.
REFERENSI
- Yozevta,
Hesti Ardi.Dinamika Penentuan Awal Bulan Qomariyah Menurut Jamaah An Nadzir.Skripsi.Progam
Sarjana IAIN Walisongo:Semarang.
- http://akuindonesiana.wordpress.com/2008/08/04/mui-majelis-ulama-indonesia-menegaskan-bahwa-an-nazir
-masih-bebas-dari-sebutan-sesat-dan-menyesatkan/
http://thesaltasin.wordpress.com/2011/09/05/an-nazir-syiah-dan-kesesatannya-fatwa-mui/
- Azhari ,Susiknan.Ensiklopedi Hisab Rukyat.Yogyakarta:Pustaka
Pelajar.2008
- Zaidatun,
Ani nikmah.An nadzir.Kumpulan makalah.Mahasiswa progam studi Konsentrasi
Ilmu Falak IAIN Walisongo:Semarang
- Al-Qur’an Terjemah.1997
- Mussonif ,Ahmad.Ilmu Falak.Yogyakarta:Teras.2011
- Zubaidi,Imam
Zainuddin Ahmad Abdul Latif. مختصر صحيح البخاري , Beirut
: Dar Al Kutub Al- Ulumiyah.Tt
- Azhari,Susiknan.Hisab
dan Rukyat.Yogyakarta:pustaka pelajar.2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar