Di dalam firman Allah diterangkan
dalam QS. Ar-rum ayat 21 sebagai berikut:
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurø—r& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t Zo¨Šuq¨B ºpyJômu‘ur 4 ¨bÎ) ’Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbrã©3xÿtGtƒ ÇËÊÈ
Artinya : “dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir.”
Setelah terlaksananya sebuah
perkawinan, maka sejalan dengan itulah akan muncul juga adanya hak dan
kewajiban baik bagi suami maupun istri dalam membina kehidupan rumah tangga.
Mengenai hal ini akan dipaparkan lebih lanjut dalam makalah ini.
A.
Pengertian Hak
Di
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi hak adalah 1benar; 2milik;
kepunyaan: ; 3kewenangan; 4kekuasaan untuk berbuat sesuatu
(karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb); 5kekuasaan yg benar atas sesuatu
atau untuk menuntut sesuatu; 6derajat
atau martabat; 7Huk wewenang
menurut hukum. Pengertian hak di dalam Kamus Bahasa Indonesia untuk
Pelajar juga memiliki arti yang sama.
Hak adalah wewenang yang dimiliki
individu atau kelompok untuk menuntut sesuatu yang dikehendakinya sesuai dengan
kebenaran menurut hukum yang sah. Hak disini bisa lebih cenderung milik, yang di dalam
Kamus Ilmiah Populer disebutkan bahwasanya hak milik untuk menggunakan atau
mengambil keuntungan dari suatu benda yang berada dalam kekuasaan tanpa
merugikan pihak lain. Yang dimaksud dengan hak disini
adalah apa-apa yang diterima oleh seseorang dari orang lain.
Disini yang dimaksud dengan hak
suami merupakan kewajiban isteri ataupun sebaliknya hak isteri adalah kewajiban
suami dalam menjalankan kehidupan rumah tangga.
B. Pengertian
Kewajiban
Kata
kewajiban berasal dari kata dasar wajib. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) definisi wajib adalah harus melakukan: tidak boleh tidak
dilaksanakan (ditinggalkan); sudah mestinya; harus. Sedangkan kewajiban
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah 1(sesuatu) yang
diwajibkan; sesuatu yang harus dilaksanakan; keharusan: 2sesuatu
yang harus dilaksanakan; pekerjaan tugas. Kewajiban adalah apa yang mesti dilakukan seseorang
terhadap orang lain. Jadi disini kewajiban yang dimaksud adalah
apa yang mesti dilakukan suami atau isteri dalam menjalankan kehidupan rumah
tangga.
C.
Hak-Hak
dan Kewajiban Masing-masing Suami Istri dalam Peraturan Perundang-undangan dan
Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Jika suami istri sama-sama menjalankan tanggung jawabnya
masing-masing, maka akan terwujudlah ketentraman dan ketenangan hati, sehingga
sempurnalah kebahagiaan hidup berumah tangga. Dengan demikian, tujuan hidup
berkeluarga akan terwujud sesuai dengan tuntutan agama, yaitu sakinah,
mawaddah, wa rahmah.
Aqad yang ternyata shahih dan
sesudah kokoh menimbulkan adanya hak dan kewajiban suami istri, yaitu ada 3
pokok :
a.
Hak dan
keajiban suami-istri bersama.
b.
Hak-hak
wajib bagi isteri atas suami
c.
Hak-hak
wajib bagi suami atas isteri.
Adanya hak dan kewajiban antara suami
dan istri itu dapat dilihat dalam QS. Al-Baqarah ayat 228, yang berbunyi:
£`çlm;ur ã@÷WÏB “Ï%©!$# £`ÍköŽn=tã Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 4 ÉA$y_Ìh=Ï9ur £`ÍköŽn=tã ×py_u‘yŠ 3
Artinya : “Bagi istri mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan
kelebihan daripada isterinya.”
a.
Hak
bersama suami istri
1.
Bolehnya
bergaul dan bersenang-senang diantara keduanya.
2.
Timbulnya
hubungan suami dengan keluarga istrinya dan sebaliknya hubungan istri dengan
keluarga suaminya, yang disebut hubungan mushaharoh.
3.
Hubungan
saling mewarisi di antara suami istri. Setiap pihak berhak mewarisi pihak lain
bila terjadi kematian.
b.
Kewajiban
bersama suami istri
1.
Memelihara
dan mendidikan anak keturunan yang lahir dari perkawinan tersebut.
2.
Memelihara
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Di dalam buku Fiqih Munakahat
diterangkan lebih lanjut pengaruh dari akad nikah yaitu munculnya hak-hak suami
dan isteri, yaitu sebagai berikut :
c.
Hak-hak
Isteri (kewajiban suami)
1.
Mahar
2.
Pemberian
suami kepada isteri karena berpisah (mut’ah)
3.
Nafkah,
tempat tinggal, dan pakaian.
4.
Adil
dalam pergaulan
d.
Hak-hak
Suami (kewajiban istri)
1.
Mematuhi
suami
2.
Memelihara
kehormatan dan harta suami
3.
Berhias
untuk suami
4.
Menjadi
patner suami
Dalam kehidupan berumah tangga tentu
harus dibutuhkan keserasian, dalam hal ini baik dari suami maupun istri harus
mengerti hak-hak dan kewajibannya masing-masing. Di dalam hukum positif juga
telah diatur mengenai hal tersebut.
Dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974
tentang perkawinan yaitu dalam bab VI mengenai hak dan kewajiban suami istri,
yang isinya sebagai berikut :
-
Pasal
30
Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah
tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
-
Pasal
31
(1)
Hak
dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup dalam masyarakat.
(2)
Masing-masing
pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3)
Suami
adalah kepala keluarga dan isteri adalah ibu rumah tangga.
-
Pasal
32
(1)
Suami
isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.
(2)
Rumah
tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh suami
isteri bersama.
-
Pasal
33
Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia
dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.
-
Pasal
34
(1)
Suami
wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
(2)
Isteri
wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya.
(3)
Jika
suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan
gugatan kepada pengadilan.
Ketentuan mengenai Hak dan kewajiban
suami istri juga diatur lebih lanjut di dalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu
sebagai berikut :
1.
Kewajiban
Suami
a.
Kewajiban
Suami pada pasal 80 KHI
1.
Suami
adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai
hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri
bersama.
2.
Suami
wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup
berumahtangga sesuai dengan kemampuannya.
3.
Suami
wajib memberi pendidikan agama kepada istrinya dan memberi kesempatan belajar
pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa, dan bangsa.
4.
Sesuai
dengan penghasilannya suami menanggung :
a.
Nafkah,
kiswah, dan tempat kediaman bagi istri;
b.
Biaya
rumah tangga, biaya perawatan, dn biaya pengobatan bagi istri dan anak;
c.
Biaya
pendidikan bagi anak.
5.
Kewajiban
suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) huruf a dan b di atas
mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya.
6.
Istri
dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut
pada ayat (4) huruf a dan b.
7.
Kewajiban
suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila istri nusyuz.
Pasal 81 KHI mengenai kediaman
1.
Suami
wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya atau bekas istri
yang masih dalam iddah.
2.
Tempat
kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri selama dalam ikatan
perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat.
3.
Tempat
kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari gangguan pihak
lain, sehingga mereka merasa aman dan tentram. Tempat kediaman juga berfungsi
sebagi tempat menyimpan harta kekayaan, sebagai tempat menata dan mengatur
alat-alat rumah tangga.
4.
Suami
wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuan serta disesuaikan
dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan
rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya.
Kewajiban suami tersebut merupakan
hak istri yang harus diperoleh dari suami berdasarkan kemampuannya.
Hal tersebut berdasarkan pada firman Allah SWT Surah At-Thalaq ayat 6 yang
berbunyi sebagai berikut :
£`èdqãZÅ3ó™r& ô`ÏB ß]ø‹ym OçGYs3y™ `ÏiB öNä.ω÷`ãr Ÿwur £`èdr•‘!$ŸÒè? (#qà)ÍhŠŸÒçGÏ9 £`ÍköŽn=tã 4 bÎ)ur £`ä. ÏM»s9'ré& 9@÷Hxq (#qà)ÏÿRr'sù £`ÍköŽn=tã 4Ó®Lym z`÷èŸÒtƒ £`ßgn=÷Hxq 4 ÷bÎ*sù z`÷è|Êö‘r& öä3s9 £`èdqè?$t«sù £`èdu‘qã_é& (
(#rãÏJs?ù&ur ä3uZ÷t 7$rã÷èoÿÏ3 (
bÎ)ur ÷Län÷Ž| $yès? ßìÅÊ÷ŽäI|¡sù ÿ¼ã&s! 3“t÷zé& ÇÏÈ
Artinya
:” Tempatkanlah
mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan
janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika
mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah
kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan
(anak-anak)mu untukmu Maka ber ikanlah kepada mereka upahnya, dan
musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu
menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya..”
b.
Kewajiban
Suami yang beristri lebih dari seorang
Pasal 82 KHI menentukan bahwa
kewajiban suami yang beristri lebih dari seorang adalah sebagai berikut:
1.
Suami
yang mempunyai istri lebih dari seorang, berkewajiban memberi tempat tinggal
dan biaya hidup kepada masing-masing istri secara berimbang, menurut besar
kecilnya pendapatan suami.
2.
Suami
yang mempunyai istri lebih dari seorang, berkewajiban memberi tempat tinggal
dan biaya hidup kepada masing-masing istri secara berimbang, menurut besar
kecilnya keluarga yang ditanggung masing-masing istri, kecuali jika ada
perjanjian perkawinan.
3.
Dalam
hal para istri rela dan ikhlas, suami dapat menempatkan istrinya dalam suatu
tempat kediaman.
c.
Kewajiban
Istri
Selain kewajiban suami yang
merupakan hak istri, maka kewajiban istri yang merupakan hak suami juga diatur
secara khusus dalam pasal 83 KHI, yaitu sebagai berikut :
1.
Kewajiban
utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dn bathin kepada suami di dalam
batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam.
2.
Istri
menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan baik.
-
Pasal
84 KHI :
1.
Istri
dapat dianggap nusyuz jika tidak
mau melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat
(1) kecuali dengan alasan yang sah.
2.
Selama
istri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap istrinya tersebut pada
pasal 80 ayat (4) huruf a dan b berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan
anaknya.
3.
Kewajiban
suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesudah istri tidak nusyuz.
4.
Ketentuan
tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari istri harus didasarkan atas
bukti yang sah.
REFERENSI :
- Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam (Hukum Perkawinan, Kewarisan, dn Perwakafan, Bandung : CV Nuansa Aulia. 2012.
- Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam (Hukum Perkawinan, Kewarisan, dn Perwakafan, Bandung : CV Nuansa Aulia. 2012.
- Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi II, Jakarta : Balai Pustaka,
1994.
- Heppy El rais, Kamus Ilmiah Populer cet.1,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2012.
- Amir
Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, Jakarta : Kencana. 2009.
- Abdul Hadi, Fiqh Munakahat, Semarang : Duta Grafika, 1989.
- Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahab sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat Khitbah, Nikah, dan Talak, Jakarta : Sinar Grafika Offset. 2009.
- Abdul Hadi, Fiqh Munakahat, Semarang : Duta Grafika, 1989.
- Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahab sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat Khitbah, Nikah, dan Talak, Jakarta : Sinar Grafika Offset. 2009.
- Abdullah Tri Wahyudi, Peradilan Agama di Indonesia,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004.
- Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia cet.
ketiga, Jakarta : Sinar Grafika, 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar