Selasa, 06 Januari 2015

PEMERIKSAAN ADMINISTRASI DALAM PERADILAN TATA USAHA NEGARA


Pemeriksaan dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha Negara
Pemeriksaan administrasi adalah pemeriksaan gugatan yang telah masuk dan didaftar dengan mendapat dan telah menyelesaikan administrasi dengan membayar uang panjar perkara. Dalam pemeriksaan administrasi ini yang perlu diperhatikan adalah :
1.         Dilakukan oleh petugas yang berwenang.
2.         Adanya cap dan tanggal di sudut kiri atas.
3.         Tidak perlu dibubuhi materai tempel.
4.         Identitas penggugat harus lengkap.
5.         Bentuk dan isi gugatan secara formal disesuaikan dengan pasal 56.
Selanjutnya adalah rapat permusyawaratan atau tahap penyaringan yang merupakan wewenang ketua Pengadilan. Dalam proses dismissal ini ketua pengadilan  setelah melalui pemeriksaan administrasi, memeriksa gugatan yang masuk. Pemeriksaan administrasi tersebut memiliki tujuan, yaitu :[1]
1.      Apakah gugatan ini telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam UU Peratun.
2.      Apakah memang termasuk wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mengadilinya.

A.    Proses Pemeriksaan Administrasi
Dalam proses dismissal ketua Pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan tidak diterima atau tidak berdasar.
Proses dismissal (pemeriksaan administrasi) adalah suatu proses pemeriksaan terhadap gugatan yang masuk yang dilaksanakan oleh PTUN. Pemeriksaan hanya terpusat pada apakah gugatan memenuhi salah satu atau beberapa atau semua ketentuan yang telah diatur dalam pasal 62 ayat 1, yaitu sebagai berikut :[2]
a.         Pokok gugatan, yaitu fakta yang dijadikan dasar gugatan, nyata-nyata tidak termasuk wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara.
Contoh :
Gugatan yang diajukan bukan merupakan sengketa Tata Usaha Negara, karena Keputusan Tata Usaha yang menimbulkan sengketa adalah Keputusan Tata Usaha Negara dimaksud dalam pasal 2.
b.         Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diperingatkan.
Contoh :
Pada waktu diadakan penelitian administratif oleh staf kepaniteraan, kepada Penggugat telah diberitahu dan diperingatkan agar hal yang dituntut dalam hal surat gugatan diperbaiki dengan maksud supaya ada kaitannya dengan dasar gugatan, tetapi ternyata Penggugat mengabaikan.
c.         Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.
Contoh :
Gugatan yang dasar gugatannya tidak menjurus pada alasan-alasan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2).
Indroharto memberikan contoh gugatan yang positanya hanya menggambarkan niat iseng dari Penggugat.
d.        Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Tata Usaha Negara yang digugat.
Contoh :
Seseorang mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara yang memohon agar keputusan Bupati Kepala Daerah tentang pembatalan Izin mendirikan bangunan yang telah diperolehnya dinyatakan tidak sah.
Sebelum gugatan diperiksa dalam rapat permusyaratan, keputusan pembatalan izin mendirikan bangunan tersebut telah dicabut oleh Kepala Daerah.
e.         Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.
Contoh :
1.         Dengan keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia, A golongan ruang IV/a, telah dijatuhi hukuman displin berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
A tidak dapat menerima hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Jaksa Agung Republik Indonesia tersebut dan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara
Gugatan dari A ini dikatakan belum waktunya, karena A harus mengajukan terlebih dahulu banding administratif ke Badan Pertimbangan Kepegawaian seperti yang ditentukan dalam pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980.
2.         Dengan Keputusan Kepala Bupati Daerah, Keputusan Bupati Kepala Daerah tentang pemberian izin Mendirikan Bangunan atas nama A dicabut.
Keputusan Bupati Kepala Daerah tentang pencabutan izin Mendirikan Bangunan tersebut diterima oleh A pada tanggal 30 Januari 2001.
Karena tidak puas terhadap keputusan Bupati Kepala Daerah yang dimaksud, A lalu mengajukan gugatan pada tanggal 20 Februari 2003 ke Pengadilan Tata Usaha Negara dengan permohonan agar Keputusan Bupati Kepala Daerah dinyatakan tidak sah.
Gugatan dari A ini dikatakan telah lewat waktunya, karena seharusnya gugatan diajukan masih dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak diterimanya keputusan oleh A seperti yang ditentukan dalam Pasal 55.
Apabila dipandang perlu, pada waktu dilakukan pemeriksaan dalam rapat permusyawaratan, Ketua Pengadilan berwenang memanggil dan mendengarkan keterangan para pihak sebelum Ketua Pengadilan mengeluarkan penetapan dismissal.
Pemanggilan kedua belah pihak dilakukan dengan surat tercatat oleh Panitera atas perintah Ketua Pengadilan. Dalam melakukan pemeriksaan, Ketua Pengadilan agar tidak terlalu mudah menerapkan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1), kecuali mengenai pasal 62 ayat (1) huruf a dan c.
Penetapan ketua Pengadilan Tata Usaha Menegenai hal ini diucapkan dalam rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan, dengan memanggil kedua belah pihak. Terhadap penetapan ini dapat diajukan perlawanan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dalam waktu 14 hari sesudah diucapkan. Perlawanan tersebut harus dengan memenuhi syarat-syarat seperti gugatan biasa sebagaimana diatur dalam pasal 56.

SEMA No. 2 Tahun 1991 mengatur prosedur dismissal itu sebagai berikut :[3]
1.         Ketua Pengadilan berwenang memanggil dan mendengar keterangan para pihak sebelum menentukan penetapan dismissal, apabila dipandang perlu, tenggang waktu yang ditentukan menurut pasal 55 UU No. 5/1986, adalah sejak tanggal diterimanya keputusan Tata Usaha Negara oleh penggugat, atau sejak diterimanya keputusan teresbut dengan ketentuan bahwa tenggang waktu itu ditunda selama proses peradilan masih berjalan menurut pasal 62 Jo 63 No. 5/1986. Oleh sebab itu diminta ketua Pengadilan tidak terlalu mudah menggunakan pasal 62 tersebut, kecuali mengenai Pasal 62 ayat 1 butir a dan e.
2.         Pemeriksaan dismissal dilakukan oleh ketua dan ketua dapat juga menunjuk seorang hakim sebagai reporter.
3.         Penetapan dismissal ditandangani oleh ketua dan panitera kepala/wakil panitera. Pemeriksaan dismissal dilakukan secara singkat dalam rapat permusyawaratan. Pemeriksaan gugatan perlawanan terhadap dismissal, juga dilakukan dengan acara singkat (Pasal 62 ayat (4) UU No. 5/1986)
4.         Dalam hal adanya petiitum gugatan yang nyata tidak dapat dikabulkan, maka kemungkinan ditetapkan dismissal terhadap petitum gugatan. Ketentuan tentang perlawanan terhadap ketetapan dismissal juga berlaku dalam hal ini.
Jika hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan tersebut menunjukan bahwa gugatan tidak memenuhi atau beberapa atau semua ketentuan yang ada, maka Ketua Pengadilan mengeluarkan penetapan yang menunjuk hakim untuk memeriksa gugatan dengan acara biasa.
B.     Kriteria Pemeriksaan Administratif
            Mengenai Pemeriksaan Administratif, Undang-Undang No. 5 tahun 1986 tidak menentukan secara tegas mengenai pengaturan tentang pemeriksaan segi administrasi terhadap gugatan yang telah masuk dan didaftarkan dalam register perkara di Pengadilan. Akan tetapi, dapat diketahui dari ketentuan yang terdapat pada Pasal 62 ayat (2) huruf b bahwa perlu diadakan penelitian terhadap syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56.[4]
            Mahkamah Agung telah memberikan petunjuk sebagai berikut:[5]
1.      Dilakukan oleh petugas yang berwenang, yaitu pejabat Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda Perkara sesuai pembagian tugas yang diberikan.
2.      Setiap gugatan yang masuk harus segera dibubuhi stempel dan tanggal pada sudut kiri atas halaman pertama yang menunjukkan mengenai:
a.       Diterimanya surat gugatan yang bersangkutan
b.      Setelah segala persyaratan dipenuhi, dilakukan pendaftaran nomor perkaranya setelah membayar panjar biaya perkara.
c.       Perbaikan formal surat gugatan (jika memang ada)
3.      Surat gugatan tidak perlu dibubuhi materai stempel, karena hal tersebut tidak disyaratkan oleh UU.
4.      Nomor Register perkara di PTTUN harus dipisahkan antara perkara tingkat banding dan perkara yang diajukan ke PTTUN sebagai instansi tingkat pertama (vide Pasal 51 ayat 3 UU No. 5 Tahun1986).
5.      Di dalam kepala surat, alamat kantor PTUN atau PTTUN harus ditulis secara lengkap termasuk kode posnya walaupun mungkin kotanya berbeda. Misalnya: Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya Jalan … No…  di Sidoarjo Kode Pos ……Tentang hal ini harus disesuaikan dengan penyebutan yang telah ditentukan dalam UU No. 19 Tahun1960, Keppres No. 52 tahun 1990.
6.      a.  Identitas Penggugat harus dicantumkan secara lengkap dalam surat gugatan           sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 56 UU No. 5 Tahun 1986.
b.  Untuk memudahkan penanganan kasus-kasus dan demi keseragaman model surat gugatan harus disebutkan terlebih dahulu nama dari pihak Penggugat pribadi (in   person) dan baru disebutkan nama kuasa yang mendampingi, sehingga dalam register    perkara akan tampak jelas siapa pihak-pihak yang berperkara senyatanya.
c. Penelitian administratisi supaya dilakukan secara formal tentang bentuk dan isi        gugatan sesuai Pasal 56 dan tidak menyangkut segi materiil gugatan. Namun     dalam tahap ini Panitera harus memberikan petunjuk-petunjuk seperlunya dan dapat    meminta kepada pihak untuk memperbaiki yang dianggap perlu. Sekalipun      demikian, Panitera tidak berhak menolak pendaftaran perkara tersebut dengan dalih          apapun juga yang berkaitan dengan materi gugatan.
7.      a.  Pendaftaran perkara di tingkat pertama dan banding dimasukkan dalam register     setelah yang bersangkutan membayar uang muka atau panjar biaya perkara yang     ditaksir oleh panitera sesuai Pasal 59 sekurang-kurangnya sebesar Rp 50.000,00 (lima    puluh ribu rupiah).
b.  Dalam perkara yang diajukan melalui pos, panitera harus memberi tahu tentang      pembayaran uang muka kepada penggugat dengan diberi waktu paling lama 6 (enam)    bulan bagi  Penggugat itu untuk memenuhi dan kemudian diterima di Kepaniteraan         Pengadilan, terhitung sejak dikirimkannya surat pemberitahuan tersebut dan uang muka biaya perkara belum diterima di Kepaniteraan, maka perkara Penggugat tidak           akan didaftar.
c.  Walaupun gugatan yang dikirim melalui pos selama masih belum dipenuhi pembayaran uang muka biaya perkara dianggap sebagai surat biasa, akan tetapi kalau sudah jelas merupakan surat gugatan, maka harus tetap disimpan di Kepaniteraan            Muda Bidang Perkara dan harus dicatat dalam Buku Bantu Register dengan mendasar pada tanggal diterimanya gugatan tersebut, agar dengan demikian ketentuan tenggang      waktu dalam Pasal 55 tidak terlampaui.
8.      Dalam hal Penggugat bertempat tinggal jauh dari PTUN dimana ia akan mendaftarkan gugatannya, maka tentang pembayaran uang muka biaya perkara dapat ditempuh dengan cara :
1.    Panjar biaya perkara dapat dibayarkan melalui PTUN mana gugatan diajukan yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Ongkos kirim ditanggung penggugat di luar panjar biaya perkara.
2.    Panjar biaya perkara dikirim langsung kepada PTUN dimana ia mendaftarkan gugatannya.
9.      a. Dalam hal suatu pihak didampingi kuasa, maka bentuk Surat Kuasa Khusus dengan            materai secukupnya, dan Surat Kuasa Khusus yang diberi cap jempol haruslah             dikuatkan (waarmerking) oleh pejabat yang berwenang.
b. Surat Kuasa Khusus bagi pengacara/advokat tidak perlu dilegalisir.
c. Dalam pemberian kuasa dibolehkan adanya substitusi tetapi dimungkinkan pula      adanya kuasa insidentil.
d.  Surat kuasa tidak perlu didaftarkan di Kepaniteraan PTUN.
10.  Untuk memudahkan pemeriksaan perkara selanjutnya maka setelah suatu perkara didaftarkan dalam register dan memperoleh nomor perkara, oleh staf kepaniteraan dibuatkan resume gugatan terlebih dahulu sebelum diajukan kepada Ketua Pengadilan, dengan bentuk formal yang isinya pada pokoknya sebagai berikut : 
a.    Siapa subyek gugatan, dan apakah penggugat maju sendiri ataukah diwakili oleh Kuasa.
b.    Apa yang menjadi obyek gugatan, dan apakah obyek gugatan tersebut termasuk dalam pengertian Keputusan TUN yang memenuhi unsur Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986.
c.    Apakah yang menjadi alasan-alasan gugatan, dan apakah alasan tersebut memenuhi unsur Pasal 53 ayat 2 huruf a, b, dan c UU No. 5 Tahun 1986. (Setelah keluarnya UU No. 9 Tahun 2004 alasan gugatan mendasarkan pada Pasal 53 ayat 2 huruf a dan b UU No. 9 Tahn 2004).
d.   Apakah yang menjadi petitum atau isi gugatan, yaitu hanya pembatalan Keputusan TUN saja, ataukah ditambah pula dengan tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi.
Untuk penelitian syarat-syarat formal gugatan, Panitera atau staf Kepaniteraan dapat memberikan catatan atas gugatan tersebut, untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan untuk ditindaklanjuti dengan Prosedur Dismissal.

Referensi:
R. Wiyono. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta: Sinar Grafika. 2008.
Surat Edaran Mahkamah  Agung No. 2 Tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradian Tata Usaha Negara
Triwulan,  Titik dan Ismu Gunadi Widodo. Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: kencana Prenada Media Group. 2011. 

[1] Titik Triwulan dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta : kencana Prenada Media Group. 2011. Hlm.633
[2] R. Wiyono. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta : Sinar Grafika. 2008. Hlm.638
[3] Op.cit. Titik Triwulan dan Ismu Gunadi Widodo, Hlm.638
[4] Op.cit. R. Wiyono S.H.,Hlm.
[5] Lihat Surat Edaran Mahkamah Agung No.2 tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradian Tata Usaha Negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar