Pemeriksaan dalam Sidang Pengadilan Tata Usaha Negara
Pemeriksaan administrasi adalah pemeriksaan gugatan yang telah
masuk dan didaftar dengan mendapat dan telah menyelesaikan administrasi dengan
membayar uang panjar perkara. Dalam pemeriksaan administrasi ini yang perlu
diperhatikan adalah :
1.
Dilakukan
oleh petugas yang berwenang.
2.
Adanya
cap dan tanggal di sudut kiri atas.
3.
Tidak
perlu dibubuhi materai tempel.
4.
Identitas
penggugat harus lengkap.
Selanjutnya adalah rapat permusyawaratan atau tahap penyaringan yang
merupakan wewenang ketua Pengadilan. Dalam proses dismissal ini ketua
pengadilan setelah melalui pemeriksaan
administrasi, memeriksa gugatan yang masuk. Pemeriksaan administrasi tersebut
memiliki tujuan, yaitu :[1]
1.
Apakah
gugatan ini telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam UU Peratun.
2.
Apakah
memang termasuk wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara untuk mengadilinya.
A.
Proses Pemeriksaan Administrasi
Dalam proses dismissal ketua Pengadilan berwenang memutuskan
dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa
gugatan yang diajukan tidak diterima atau tidak berdasar.
Proses dismissal (pemeriksaan administrasi) adalah suatu
proses pemeriksaan terhadap gugatan yang masuk yang dilaksanakan oleh PTUN. Pemeriksaan
hanya terpusat pada apakah gugatan memenuhi salah satu atau beberapa atau semua
ketentuan yang telah diatur dalam pasal 62 ayat 1, yaitu sebagai berikut :[2]
a.
Pokok
gugatan, yaitu fakta yang dijadikan dasar gugatan, nyata-nyata tidak termasuk
wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara.
Contoh :
Gugatan yang diajukan bukan merupakan sengketa Tata Usaha Negara,
karena Keputusan Tata Usaha yang menimbulkan sengketa adalah Keputusan Tata Usaha
Negara dimaksud dalam pasal 2.
b.
Syarat-syarat
gugatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat
sekalipun ia telah diperingatkan.
Contoh :
Pada waktu diadakan penelitian administratif oleh staf
kepaniteraan, kepada Penggugat telah diberitahu dan diperingatkan agar hal yang
dituntut dalam hal surat gugatan diperbaiki dengan maksud supaya ada kaitannya
dengan dasar gugatan, tetapi ternyata Penggugat mengabaikan.
c.
Gugatan
tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak.
Contoh :
Gugatan yang dasar gugatannya tidak menjurus pada alasan-alasan
gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2).
Indroharto memberikan contoh gugatan yang positanya hanya
menggambarkan niat iseng dari Penggugat.
d.
Apa
yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Tata Usaha Negara
yang digugat.
Contoh :
Seseorang mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara yang
memohon agar keputusan Bupati Kepala Daerah tentang pembatalan Izin mendirikan
bangunan yang telah diperolehnya dinyatakan tidak sah.
Sebelum gugatan diperiksa dalam rapat permusyaratan, keputusan
pembatalan izin mendirikan bangunan tersebut telah dicabut oleh Kepala Daerah.
e.
Gugatan
diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya.
Contoh :
1.
Dengan
keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia, A golongan ruang IV/a, telah dijatuhi
hukuman displin berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri
Sipil.
A tidak dapat menerima hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Jaksa
Agung Republik Indonesia tersebut dan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata
Usaha Negara
Gugatan dari A ini dikatakan belum waktunya, karena A harus
mengajukan terlebih dahulu banding administratif ke Badan Pertimbangan
Kepegawaian seperti yang ditentukan dalam pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 30 Tahun 1980.
2.
Dengan
Keputusan Kepala Bupati Daerah, Keputusan Bupati Kepala Daerah tentang
pemberian izin Mendirikan Bangunan atas nama A dicabut.
Keputusan Bupati Kepala Daerah tentang pencabutan izin Mendirikan
Bangunan tersebut diterima oleh A pada tanggal 30 Januari 2001.
Karena tidak puas terhadap keputusan Bupati Kepala Daerah yang
dimaksud, A lalu mengajukan gugatan pada tanggal 20 Februari 2003 ke Pengadilan
Tata Usaha Negara dengan permohonan agar Keputusan Bupati Kepala Daerah
dinyatakan tidak sah.
Gugatan dari A ini dikatakan telah lewat waktunya, karena
seharusnya gugatan diajukan masih dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari
sejak diterimanya keputusan oleh A seperti yang ditentukan dalam Pasal 55.
Apabila dipandang perlu, pada waktu dilakukan pemeriksaan dalam
rapat permusyawaratan, Ketua Pengadilan berwenang memanggil dan mendengarkan
keterangan para pihak sebelum Ketua Pengadilan mengeluarkan penetapan dismissal.
Pemanggilan kedua belah pihak dilakukan dengan surat tercatat oleh
Panitera atas perintah Ketua Pengadilan. Dalam melakukan pemeriksaan, Ketua
Pengadilan agar tidak terlalu mudah menerapkan ketentuan-ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1), kecuali mengenai pasal 62 ayat (1) huruf a
dan c.
Penetapan ketua Pengadilan Tata Usaha Menegenai hal ini diucapkan
dalam rapat permusyawaratan sebelum hari persidangan ditentukan, dengan
memanggil kedua belah pihak. Terhadap penetapan ini dapat diajukan perlawanan
kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan dalam waktu 14 hari
sesudah diucapkan. Perlawanan tersebut harus dengan memenuhi syarat-syarat
seperti gugatan biasa sebagaimana diatur dalam pasal 56.
SEMA
No. 2 Tahun 1991 mengatur prosedur dismissal itu sebagai berikut :[3]
1.
Ketua
Pengadilan berwenang memanggil dan mendengar keterangan para pihak sebelum
menentukan penetapan dismissal, apabila dipandang perlu, tenggang waktu
yang ditentukan menurut pasal 55 UU No. 5/1986, adalah sejak tanggal
diterimanya keputusan Tata Usaha Negara oleh penggugat, atau sejak diterimanya
keputusan teresbut dengan ketentuan bahwa tenggang waktu itu ditunda selama
proses peradilan masih berjalan menurut pasal 62 Jo 63 No. 5/1986. Oleh sebab
itu diminta ketua Pengadilan tidak terlalu mudah menggunakan pasal 62 tersebut,
kecuali mengenai Pasal 62 ayat 1 butir a dan e.
2.
Pemeriksaan
dismissal dilakukan oleh ketua dan ketua dapat juga menunjuk seorang
hakim sebagai reporter.
3.
Penetapan
dismissal ditandangani oleh ketua dan panitera kepala/wakil panitera.
Pemeriksaan dismissal dilakukan secara singkat dalam rapat
permusyawaratan. Pemeriksaan gugatan perlawanan terhadap dismissal, juga
dilakukan dengan acara singkat (Pasal 62 ayat (4) UU No. 5/1986)
4.
Dalam
hal adanya petiitum gugatan yang nyata tidak dapat dikabulkan, maka kemungkinan
ditetapkan dismissal terhadap petitum gugatan. Ketentuan tentang perlawanan
terhadap ketetapan dismissal juga berlaku dalam hal ini.
Jika hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan
tersebut menunjukan bahwa gugatan tidak memenuhi atau beberapa atau semua
ketentuan yang ada, maka Ketua Pengadilan mengeluarkan penetapan yang menunjuk
hakim untuk memeriksa gugatan dengan acara biasa.
B.
Kriteria Pemeriksaan Administratif
Mengenai Pemeriksaan Administratif, Undang-Undang No. 5 tahun 1986
tidak menentukan secara tegas mengenai pengaturan tentang pemeriksaan segi
administrasi terhadap gugatan yang telah masuk dan didaftarkan dalam register
perkara di Pengadilan. Akan tetapi, dapat diketahui dari ketentuan yang terdapat
pada Pasal 62 ayat (2) huruf b bahwa perlu diadakan penelitian terhadap
syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 56.[4]
Mahkamah
Agung telah memberikan petunjuk sebagai berikut:[5]
1.
Dilakukan
oleh petugas yang berwenang, yaitu pejabat Panitera, Wakil Panitera, Panitera
Muda Perkara sesuai pembagian tugas yang diberikan.
2.
Setiap
gugatan yang masuk harus segera dibubuhi stempel dan tanggal pada sudut kiri
atas halaman pertama yang menunjukkan mengenai:
a.
Diterimanya
surat gugatan yang bersangkutan
b.
Setelah
segala persyaratan dipenuhi, dilakukan pendaftaran nomor perkaranya setelah
membayar panjar biaya perkara.
c.
Perbaikan
formal surat gugatan (jika memang ada)
3.
Surat gugatan tidak perlu dibubuhi materai stempel,
karena hal tersebut tidak disyaratkan oleh UU.
4.
Nomor Register perkara di PTTUN harus dipisahkan
antara perkara tingkat banding dan perkara yang diajukan ke PTTUN sebagai
instansi tingkat pertama (vide Pasal 51 ayat 3 UU No. 5 Tahun1986).
5.
Di dalam kepala surat, alamat kantor PTUN atau PTTUN
harus ditulis secara lengkap termasuk kode posnya walaupun mungkin kotanya
berbeda. Misalnya: Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya Jalan …
No… di Sidoarjo Kode Pos ……Tentang hal ini harus disesuaikan
dengan penyebutan yang telah ditentukan dalam UU No. 19 Tahun1960, Keppres No.
52 tahun 1990.
6.
a. Identitas
Penggugat harus dicantumkan secara lengkap dalam surat gugatan sebagaimana yang ditentukan dalam
Pasal 56 UU No. 5 Tahun 1986.
b. Untuk memudahkan
penanganan kasus-kasus dan demi keseragaman model surat gugatan harus disebutkan terlebih dahulu nama dari pihak Penggugat
pribadi (in person) dan baru
disebutkan nama kuasa yang mendampingi, sehingga dalam register perkara akan tampak jelas siapa pihak-pihak
yang berperkara senyatanya.
c. Penelitian
administratisi supaya dilakukan secara formal tentang bentuk dan isi gugatan sesuai Pasal 56 dan tidak
menyangkut segi materiil gugatan. Namun dalam tahap
ini Panitera harus memberikan petunjuk-petunjuk seperlunya dan dapat meminta kepada pihak untuk memperbaiki yang
dianggap perlu. Sekalipun demikian, Panitera
tidak berhak menolak pendaftaran perkara tersebut dengan dalih apapun juga yang berkaitan dengan
materi gugatan.
7.
a. Pendaftaran
perkara di tingkat pertama dan banding dimasukkan dalam register setelah yang bersangkutan membayar uang muka
atau panjar biaya perkara yang ditaksir
oleh panitera sesuai Pasal 59 sekurang-kurangnya sebesar Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).
b. Dalam perkara yang diajukan melalui pos,
panitera harus memberi tahu tentang pembayaran
uang muka kepada penggugat dengan diberi waktu paling lama 6 (enam) bulan bagi Penggugat itu untuk memenuhi
dan kemudian diterima di Kepaniteraan Pengadilan,
terhitung sejak dikirimkannya surat pemberitahuan tersebut dan uang muka biaya perkara belum diterima di
Kepaniteraan, maka perkara Penggugat tidak akan
didaftar.
c. Walaupun gugatan yang dikirim melalui pos
selama masih belum dipenuhi pembayaran
uang muka biaya perkara dianggap sebagai surat biasa, akan tetapi kalau sudah jelas merupakan surat gugatan, maka harus
tetap disimpan di Kepaniteraan Muda
Bidang Perkara dan harus dicatat dalam Buku Bantu Register dengan mendasar pada tanggal diterimanya gugatan tersebut, agar
dengan demikian ketentuan tenggang waktu
dalam Pasal 55 tidak terlampaui.
8.
Dalam hal Penggugat bertempat tinggal jauh dari PTUN
dimana ia akan mendaftarkan gugatannya, maka tentang pembayaran uang muka biaya
perkara dapat ditempuh dengan cara :
1. Panjar biaya perkara
dapat dibayarkan melalui PTUN mana gugatan diajukan yang terdekat dengan tempat
tinggalnya. Ongkos kirim ditanggung penggugat di luar panjar biaya perkara.
2. Panjar biaya perkara
dikirim langsung kepada PTUN dimana ia mendaftarkan gugatannya.
9. a. Dalam hal suatu
pihak didampingi kuasa, maka bentuk Surat Kuasa Khusus dengan materai secukupnya, dan Surat Kuasa
Khusus yang diberi cap jempol haruslah dikuatkan
(waarmerking) oleh pejabat yang berwenang.
b. Surat Kuasa Khusus
bagi pengacara/advokat tidak perlu dilegalisir.
c. Dalam pemberian
kuasa dibolehkan adanya substitusi tetapi dimungkinkan pula adanya kuasa insidentil.
d. Surat kuasa tidak perlu didaftarkan di
Kepaniteraan PTUN.
10. Untuk memudahkan
pemeriksaan perkara selanjutnya maka setelah suatu perkara didaftarkan dalam
register dan memperoleh nomor perkara, oleh staf kepaniteraan dibuatkan resume
gugatan terlebih dahulu sebelum diajukan kepada Ketua Pengadilan, dengan bentuk
formal yang isinya pada pokoknya sebagai berikut :
a. Siapa subyek gugatan,
dan apakah penggugat maju sendiri ataukah diwakili oleh Kuasa.
b. Apa yang menjadi obyek
gugatan, dan apakah obyek gugatan tersebut termasuk dalam pengertian Keputusan
TUN yang memenuhi unsur Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986.
c. Apakah yang menjadi alasan-alasan
gugatan, dan apakah alasan tersebut memenuhi unsur Pasal 53 ayat 2 huruf a, b,
dan c UU No. 5 Tahun 1986. (Setelah keluarnya UU No. 9 Tahun 2004 alasan
gugatan mendasarkan pada Pasal 53 ayat 2 huruf a dan b UU No. 9 Tahn 2004).
d. Apakah yang menjadi
petitum atau isi gugatan, yaitu hanya pembatalan Keputusan TUN saja, ataukah
ditambah pula dengan tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitasi.
Untuk penelitian syarat-syarat formal gugatan, Panitera atau staf
Kepaniteraan dapat memberikan catatan atas gugatan tersebut, untuk disampaikan
kepada Ketua Pengadilan untuk ditindaklanjuti dengan Prosedur Dismissal.
Referensi:
R. Wiyono. Hukum Acara Peradilan
Tata Usaha Negara. Jakarta: Sinar Grafika. 2008.
Surat
Edaran Mahkamah Agung No. 2 Tahun 1991
tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa Ketentuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun
1986 tentang Peradian Tata Usaha Negara
Triwulan, Titik dan Ismu
Gunadi Widodo. Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara, Jakarta: kencana Prenada Media Group. 2011.
[1]
Titik Triwulan
dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan
Tata Usaha Negara, Jakarta : kencana Prenada Media Group. 2011. Hlm.633
[2] R. Wiyono. Hukum
Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta : Sinar Grafika. 2008. Hlm.638
[3] Op.cit. Titik
Triwulan dan Ismu Gunadi Widodo, Hlm.638
[4] Op.cit. R.
Wiyono S.H.,Hlm.
[5] Lihat Surat
Edaran Mahkamah Agung No.2 tahun 1991 tentang Petunjuk Pelaksanaan Beberapa
Ketentuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradian Tata Usaha
Negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar